Merayakan hari raya Idul Fitri atapun Idul Adha jauh dari orang tua itu sudah beberapa kali saya rasakan, namun selama ini saya tidak benar-benar sendiri karena masih ada saudara dan teman-teman di dekat saya, tetapi untuk Idul Adha kali ini ada yang berbeda, saya merayakannya benar-benar jauh dari lingkungan keluarga dan orang-orang terdekat saya. Tahun 2018 ini, saya merayakan Idul Adha di tanah Tuban, daerah yang dijuluki si Kota Tuak.
Sungguh rasanya asing bagi saya
di moment seperti ini berada di tempat baru, ada rasa haru yang mulai mendera
kala suara takbiran mengalun terdengar jelas sepanjang perjalanan saya malam
itu dari kota Surabaya menuju Kota Tuban. Seketika rasanya saya ingin berada di
tengah-tengah keluarga saya, rindu akan keluarga di rumah tiba-tiba begitu meryergap.
Namun segara saya tepis perasaan itu.
Sebab sisi lain hati saya pun ingin merasakan seperti apa rasanya menikmati
momen Idul Adha di kota orang lain yang sama sekali belum pernah saya kunjungi
sebelumnya. Dan selain itu, perjalanan kali ini ada “sesuatu” yang memang berbeda,
sebab ini bukan traveling biasa.
Bukan Traveling Biasa bersama Dompet Dhuafa
Ya, perjalanan saya ke luar kota
kali ini bukan sedang berlibur seperti biasanya. Kali ini saya akan mengikuti Dompet Dhuafa dalam rangkaian
perjalanan Kurbanesia untuk Menjawab
Panggilan Zaman melalui program Tebar Hewan Kurban (THK) di salah satu tempat
wilayah di Jawa Timur selama 3 hari 2 malam (21 – 23 Agustus 2018).
Seperti yang kita semua tahu, Dompet Dhuafa sebagai lembaga zakat yang
terus bergerak memberdayakan kaum dhuafa ingin terus menggandeng masyarakat luas
untuk tumbuh bersama dengan menanamkan nilai-nilai cinta berkurban melalui
program Tebar Hewan Kurban (THK) sebagai tanda syukur kepada Allah dan berbagi kebahagian
dengan sesama.
Makanya program Tebar Hewan
Kurban (THK) ini lahir dari keinginan Dompet Dhuafa yang mengharapkan para peternak
lokal bisa memperoleh kemerdekaannya yaitu kemerdekaan dari usahanya sebagai
peternak, kemerdekaan dari kerugian akibat persaingan usaha ternak yang sengit,
sehingga pada akhirnya program ini diharapkan bisa memerdekakan peternak dari
kemiskinan yang melilit mereka.
Untuk itu, Dompet Dhuafa menjalin
kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra pemberdayaan peternak. Selain
memberikan bantuan hewan ternak, Dompet Dhuafa juga memberikan pelatihan dan bimbingan
kepada peternak lokal terkait bagaimana cara merawat dan membesarkan hewan yang
ada supaya bisa menghasilkan hewan ternaik yang berkualitas untuk dijadikan
hewan kurban.
Selain memberdayakan peternak
lokal, kehadiran Program Tebar Hewan Kurban (THK) ini juga untuk mempermudah
pendistribusian hewan kurban ke daerah-daerah terpencil di seluruh pelosok Indonesia
hingga manca negara, sehingga masyarakat terpencil bisa juga meraskan nikmatnya
menyantap daging kurban di hari raya Idul Adha ini.
Hal ini jugalah yang dilakukan
oleh Dompte Dhuafa di salah satu wilayah di Jawa Timur yang saya datangi ini. Kami
akan melihat langsung seperti apa Program Tebar Hewan Kurban (THK) ini hadir
menyelami kehidupan para peternak di sini.
Jadi saya berangkat dari Jakarta bersama
Mas Dzulfikar (Blogger) dan juga Mas Ihsan (Perwakilan dari Dompet Dhuafa) pada
tanggal 21 Agustus 2018 sore hari, kemudian sampai di Surabaya sudah mendekati waktu
shalat Isya. Usai menunaikan shalat isya dan mencari makan malam di seputaran
kota Surabaya, maka kami melanjutkan perjalanan ke Tuban, ternyata
perjalanannya lumayan jauh, butuh waktu sekitar empat jam untuk kami sampai di
sana.
Sekitar pukul satu dini hari kami
akhirnya sampai juga di Tuban dan kami menginap di rumah Bapak Munir (salah
satu pendamping progam Bina Peternak Mandiri di Tuban), lalu sejenak kami merehatkan
diri yang memang sudah letih menempuh perjalanan sejauh itu. Saya tidur lumayan
nyenyak dan bangun-bangun lantaran mendengar seruan adzan yang sudah
bertalu-talu memanggil untuk mengajak segera menunaikan shalat subuh.
Usai subuh saya kembali
merebahkan diri sejenak, karena selain masih ngantuk, suasana yang masih gelap
membuat saya merasa masih ada waktu untuk sejenak berlama-lama di atas kasur,
namun tak berselang lama, ketakutan akan kesiangan mendobrak rasa ngantuk saya
sehingga memaksa saya segera bergegas mandi supaya tidak ketinggalan shalat
Idul Adha.
![]() |
Suasana Shalat Idul Adha kemarin |
Untungnya Masjid untuk shalat
Idul Adhanya tidak terlalu jauh, cukup jalan kaki sebentar, sekitar 5 menitan
sudah sampai. Namun pas kami sampai suasana masjid sudah sangat ramai, dimana
lantai satu diisi oleh mayoritas jamaah perempuan yang sudah meluber
hingga ke halaman masjid, sementara jamaah
laki-laki mengisi dua lantai atas, dan kami pun akhirnya mendapatkan tempat
shalat di lantai paling atas yaitu lantai tiga.
Tata cara pelaksanaan shalat Idul Adhanya memang tidak ada yang beda seperti yang biasa saya lakukan setiap tahunnya, namun suasananya jelas berbeda, tetap ada rasa asing yang hinggap dan ada rasa kosong yang tiba-tiba hadir, keberadaan keluarga memang tak akan pernah tergantikan, namun saya mencoba menikmati semua rasa yang hadir sebagai bentuk syukur karena bisa merasakan sensasi dan suasana Idul Adha yang berbeda di tahun 2018 ini. Alhamdulillah! :)
Tata cara pelaksanaan shalat Idul Adhanya memang tidak ada yang beda seperti yang biasa saya lakukan setiap tahunnya, namun suasananya jelas berbeda, tetap ada rasa asing yang hinggap dan ada rasa kosong yang tiba-tiba hadir, keberadaan keluarga memang tak akan pernah tergantikan, namun saya mencoba menikmati semua rasa yang hadir sebagai bentuk syukur karena bisa merasakan sensasi dan suasana Idul Adha yang berbeda di tahun 2018 ini. Alhamdulillah! :)
Menyambangi Dusun Sidorejo di Bukit Kapur
Tak buang-buang waktu, seusai
menunaikan shalat Idul Adha, maka kami pun langsung bergegas ke sebuah dusun yang ada di Bukit Kapur yaitu Dusun Sidorejo, Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban – Jawa Timur.
![]() |
Rumah-rumah warga di sini masih sangat sederhana |
Sesaat setelah menjejakan kaki di
sini membuat saya sejenak terdiam, mata saya menyapu semua pendangan yang ada
di depan saya, tampak gersang membentang, daun-daun merangkas, udara panas mulai
menyengat kulit, padahal jam di tangan saya baru menunjukan sekitar pukul 10
pagi, dan jalanan bersolek dengan debu-debu yang dihempaskan angin.
Ya, jalanan di sini masih belum
tersentuh oleh aspal, rumah-rumah di sini bisa saya bilang masih dibangun
dengan begitu sederhana, hanya berdinding bata-bata kapur, dan tak sedikit juga
rumah warga yang masih berdinding anyaman bilah-bilah bambu dan berlantaikan
tanah. Jujur menurut saya sangat jauh dari kata layak sebagai tempat tinggal.
Jalanan masih bertanah dan belum tersentuh aspal |
Berada di sini seolah saya merasa
bukan sedang berada di Pulau Jawa, karena saya kira potret kehidupan seperti
ini hanya akan ada di wilayah-wilayah Indonesia timur sana yang begitu sulit
dijangkau, namun ternyata saya keliru, di kampung yang tidak begitu jauh dari Kota
Surabaya serta pabrik-pabrik semen terkenal itu, ada sekelompok masyarakat yang
masih hidup dalam situasi yang begitu rumit.
Di sini air bersih pun sangat
langka, jadi warga harus membayar jika ingin mendapatkan air bersih, atau bisa
juga turun ke kampung di bawah untuk mengambil air bersih. Bisa dibayangkan
betapa susahnya kehidupan warga di bukit kapur ini bukan?
Makanya warga di sini hanya bisa
bercocok tanam pada musim hujan saja, mengandalkan air hujan yang turun dari
langit. Padahal mayoritas warga di sini menggantungkan hidupnya dari hasil
pertanian, makanya ketika musim kemarau begini, warga sudah mulai membersihkan
ladangnya, supaya kelak ketika hujan pertama kali turun mereka bisa langsung
menanam tanaman yang mereka inginkan (Padi, Jagung, dll) dan beberapa saat
sebelum tamanan utama dipanen maka tanaman lain segera ditanam lagi, misalnya
kacang tanah dengan sistem tumpangsari demi mengejar hujan sebelum kemarau
kembali datang.
Jadi selama musim hujan, warga di
sini berharap bisa panen dua kali demi menyediakan pasokan makanan untuk mereka
melanjutkan hidupnya di musim yang akan datang. Dan saya tidak bisa
membayangkan jika mereka gagal panen, tentu kelaparan akan mendera kampung ini
bukan? namun saya berdoa hal itu tidak pernah terjadi, mudah-mudahan. Aamiin…
Dan perlu juga teman-teman semua
tahu, bahwa tanah perkebunan warga di sini juga tidak mulus dengan lahan tanah
saja, namun lahan warga juga dipenuhi oleh batu-batu besar yang menyebar hampir
separauh dari lahan-lahan yang ada, sehingga tanaman hanya ditanam di sela-sela
bebatua itu. Alhasil, tentu saja hasil panen warga menjadi tidak begitu
maksimal.
Ya, hidup dalam kungkungan
keadaan yang serba sulit seperti inilah yang akhirnya menggerakan Dompet Dhuafa
memilih Dusun Sidorejo sebagai bagian dari program Tebar Hewan Kurban (THK) ini
yaitu dengan memberikan binaan bagi warganya melalui kemitraan dan pemberdayaan
peternak yang diharapkan bisa membantu meningkatkan taraf hidup warga di sini.
![]() |
Kambing-kambingnya tampak bersih dan sehat-sehat ya |
Melalui program kemitraan inilah,
para peternak diberi pendampingan oleh Dompet Dhuafa tentang bagaimana cara
memilihara ternaik yang baik, seperti cara memberi makannya, bahkan cara merawatnya
jika hewan-hewan mengalami sakit.
Di Dusun Sidorejo ini tampak
kambing-kambing yang dihasilkan oleh peternak di sini begitu sehat, terawat dan
lincah-lincah. Hal ini menggambarkan keuletan dari para peternaknya yang
benar-benar menjaga hewan ternak mereka supaya tetap sesuai dengan kriteria yang
ditentukan oleh Dompet Dhuafa sebagai hewan pilihan terbaik yaitu hewannya
harus memenuhi bobot hidup, sehat, tidak cacat dan cukup umur untuk dikurban.
Bapak Kusnan (Kiri) dan Bapak Udi (Kanan) para peternak kambing dari Dusun Sidorejo |
Bahkan saya sempat mengobrol
dengan Bapak Kusnan dan Bapak Udi yang merupakan para peternak di Dusun Sidorejo ini terkait seperti apa perawatan yang mereka
berikan untuk ternak mereka. Beliau berdua bercerita bahwa kambing-kambing yang
dipelihara di sini dirawat sebaik mungkin dengan kandang-kandang kambing yang
tidak jauh dari rumah mereka.
Meskipun kampung ini terkesan
tandus dan kekurangan rumput hijau, ternyata warga di sini memanfaatkan limbah
pertanian berupa jerami padi, daun jagung, daun kacang untuk stok makanan
ternak mereka, makanya meskipun saat musim kemarau datang, mereka masih
memiliki stok makanan untuk ternak mereka.
Selain itu, masyarakat di sini juga
selalu memberikan daun-daun hijau kepada ternak mereka, seperti daun jaranan
atau daun planding yang diambil di sekitar rumah mereka sendiri. Bahkan banyak
warga di sini sengaja menanam pohon-pohon yang menghasilkan daun sebagai pakan
ternak mereka sekaligus sebagai pagar di halaman rumah mereka.
Dan Bapak Kusnan juga menambahkan
bahwa keberadaan ternak hewan ini menjadi salah satu solusi bagi warga di
kampung ini untuk memenuhi kebutuhan di saat situasi sulit selain mengandalkan
hasil pertanian, karena dengan adanya hewan ternak ini maka bisa dibilang warga
menjadi memiliki “tabungan” sebagai
pegangan yang bisa mereka jual di saat situasi-situasi darurat. Makanya
kehadiran kemitraan yang dijalin oleh Dompet Dhuafa ini dinilainya sangat
bermanaat bagi Bapak Kusnan dan juga warga yang ada di Dusun Sidorejo ini.
Melihat dari Dekat Tebar Hewan Kurban Di Kota Tuban
Dan tahun ini, Dusun Sidorejo ini
berhasil memenuhi kuota hewan kurban dari Dompet Dhuafa sebanyak 130 ekor
kambing. Dimana dari 130 ekor kambing tersebut, diambil sebanyak 15 ekor untuk
dikurbankan dan dibagikan kepada warga miskin yang ada di Dusun Sidorejo ini
dan sisanya disebarkan di daerah lain yang ada di Tuban ini.
Saya pribadi melihat langsung
bagaimana tata cara penyembelihan Hewan Kurban bersama Dompet Dhuafa ini. Semua
dilakukan secara rapi dan teratur. Dimana kambing yang sudah diikat rapi diambil
satu per satu lalu difoto bersama nama pemilik hewan kurban tersebut.
Selanjutnya, saat disembelih pun panitia
akan kembali mengabadikan momen penyembelihan tersebut. Begitu juga dengan
momen-momen lain. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa hewan kurban yang dititipkan
oleh masyarakat melalui Dompet Dhuafa benar-benar disampaikan kepada warga yang
benar-benar membutuhkan.
Dan Kemudian tata cara pemotongan
hewan kurbannya pun dilakukan sesuai syar’i atau tata cara yang islami, yaitu diantaranya dengan memotong dengan menggunakan pisau
yang sangat tajam, lalu diawali dengan takbir dan bacaan doa serta menyebut nama pemilik hewan kurban ketika akan menyembelih hewan kurban tersebut.
![]() |
Beginilah prosesi yang dilakukan sebelum membagikan hewan kurban ke warga-warga |
Kemudian setelah hewan kurban
semua selesai disembelih, maka hewan tersebut digantung di tiang panjang secara
berjejer supaya memudahkan proses menguliti hewan kurban tersebut. Lalu setelah
itu hewan kurban tersebut dipotong per bagian dan dipisahkan antara bagian daging
dengan bagian dalam isi perutnya.
Lalu setelah itu, daging dipotong
ke dalam bagian yang lebih kecil dan timbang supaya sama rata ukurannya sebelum
dimasukan ke dalam plastik-plastik. Dan daging-daging yang ada dalam plastik
ini kemudian dibagikan ke warga-warga kurang mampu yang memang membutuhkan.
Saya ikut melihat langsung pembagian
daging kurban ke rumah-rumah warga, tampak mereka sangat senang saat menerima
daging hewan kurban ini, dan tak sedikit yang mengucapkan terima kasih
berkali-kali kepada panitia yang membagikan hewan kurban tersebut. Jujur saya
yang melihat pemandangan ini ikut merasa terharu dan juga bahagia. :)
Oh iya, selain melihat langsung
prosesi pemotongan dan pembagian daging hewan kurban di Dusun Sidorejo ini, saya juga berkesempatan untuk mengunjungi
dua lokasi lainnya yang juga menjadi tempat pembagian daging hewan kurban dari Dompet
Dhuafa yaitu Desa Gaji dan Desa Maindu.
Jadi, dari 130 ekor hewan kurban
yang ada di Dusun Sidorejo tadi, ternyata sebagiannya dikirim ke Desa Gaji dan Desa
Maindu - Montong masing-masing 10 ekor kambing. Lalu sisanya disebar ke
beberapa wilayah dengan mayoritas masyarakat miskin di seputaran Tuban ini.
Desa Gaji dan Desa Maindu ini
dipilih sebagai tempat pembagian hewan kurban karena memang kondisi warganya
masih ada yang miskin, namun kebanyakan warga di desa-desa ini taraf hidupnya
sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dari Dusun Sidorejo yang saya ceritakan di atas.
Kedua desa ini dulunya merupakan warga
binaan dari Dompet Dhuafa juga. Dimana dulu warga di Desa Gaji ini diberikan
pendampingan terkait bagaimana membuat dan mendistribusikan batik tulis,
sedangkan di Desa Maindu warganya diberi binaan terkait cara beternak kambing
yang baik dan benar sehingga bisa menghasilkan hewan ternak yang berkualitas.
Hal ini juga yang diungkapkan oleh Bapak Mashuri dari Desa Maindu yang mengakui bahwa program Bina Peternak Mandiri yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa sudah memberi banyak manfaat bagi dirinya, bukan saja jadi mengerti tentang bagaimana merawat ternak, pengobatan ternak, memberi pakan yang baik dan benar.
Bapak Mashuri dari Desa Maindu yang kini sudah bisa mulai mandiri dan sudah mersakan manfaat dari program Bina Peternak Mandiri bersama Dompet Dhuafa |
Kini warga di kedua lokasi ini dinilai sudah bisa mandiri dan perlahan berdiri di atas kaki mereka sendiri, maka program binaan sudah dihentikan di sini, dimana pogram binaan dari Dompet Dhuafa ini biasanya berlangsung selama tiga tahun atau setelah warga diyakini sudah mampu mandiri maka akan dilepas untuk mandiri. Namun meski begitu, hubungan baik warga dan Dompet Dhuafa tetap terjalin baik meskipun mereka sudah tidak dibina lagi oleh Dompet Dhuafa.
*******
Sungguh senang sekali hati saya
saat melihat senyum kebahagian warga yang mendapatkan daging hewan kurban di hari
raya Idul Adha tahun ini, dan semoga hal ini juga bisa dirasakan oleh masyarakat
lain yang ada di daerah-daerah terpencil lainnya di seluruh Indonesia. Aamiin...
Dan saya berharap, semoga dengan
hadirnya program Tebar Hewan Kurban ini, maka ke depan akan terus memacu semangat
KURBANESIA bagi warga yang mampu untuk terus membentangkan kebaikan melalui menebar
berkah kurban ke daerah-daerah pelosok sehinga saudara-saudara kita yang kurang
mampu bisa benar-benar merasakan secara nyata nikmatnya daging kurban di hari raya Idul
Adha.
Sungguh perjalanan yang seru dan penuh inspirasi serta pelajaran hidup |
Tak lupa saya mengucapkan banyak
terima kasih kepada Dompet Dhuafa yang sudah mengajak saya untuk turun langsung
melihat seperti apa jalannya pembagian hewan kurban di Tuban. Sungguh ini
adalah pengalaman yang sangat berharga buat saya pribadi, dan sekaligus membuat
saya tak berhenti bersyukur setelah berkaca pada kehidupan warga di sana, bahwa
Allah sudah sangat baik dengan segala nikmat yang diberikanNya dalam hidup
saya selama ini. Alhamdulillah!
Sekali lagi terima kasih Dompet
Dhuafa dan sampai jumpa di acara dan perjalanan seru lainnya :)
Barakallah sukses ya acaranya, smeoga program-program seperti ini ada setiap tahunnya dan menjangkau masyarakat lebih luas
ReplyDeleteAamiin... Iya Mba Rani ini programnya bagus bangat ya semoga saja program ini terus ada dan semakin menjangkau banyak lagi masyarakat luas ya Mba, kita doakan bersama ya :)
DeletePengalaman yang berkesan ya mas 😀 solusi dari Bina Peternak Mandiri bisa membantu saudara kita di sana untuk meeayaka idul adha, alhamdulillah
ReplyDeleteIya Mba Annafi ini program Bina Peternak Mandiri ini bagus untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu dan alhamdulillah sejauh ini memberikan kebahagiaan bagi mereka terutama di hari Idul Adha :)
DeleteSalut buat dompet dhuafa, program2nya bagus dan langsung mengena sasaran ya. Barakallah....
ReplyDeleteIya Mba Dwina, Dompet Dhuafa ini memang programnya langsung membidik masyarakat yang memang membutuhkan makanya selalu tepat sasaran.
DeleteJadi, kota tuak itu asalnya darimana namanya? Eh ini berdua aja ama dzul ya? Mantaabh
ReplyDeletekayanya karena di sana banyak menghasilkan tuak Mas *Sok tahu hahahah tapi emang iya sih kemarin di sana saya ke temat warga di kasih minuman tuak itu :)
DeleteIya saya bareng Mas Dzul ke Tubannya Mas
Jadi ikut senang lihat ada program seperti ini yang dilakukan Dompet Dhuafa. Jadi ikut mengangkat kehidupan peternak di sana ya, yang manfaatnya juga bisa dirasakan masyarakat. Btw, berarti kemarin lewat Lamongan dong Mas, tempat saya tinggal.
ReplyDeleteIya saya senang bangat bisa ikut lihat langsung salah satu program dari Dompet Dhuafa ini Mba Ika.
DeleteDan iya benar, program ini membantu bangat bagi peternaknya jadi kehidupan mereka secara ekonomi terbantu bangat.
Iya Mba saya kemarin lewat Lamongan, tahu gitu kita kopdar ya Mba di Lamongan hehehe
Senang dan lega usai baca tulisannya. Semoga yang kurban mendapat pahala yang berlipat ya. Amin....
ReplyDeleteAamiin... Terima kasih Teh Okti :)
DeleteRealita ya mas, di Jawa, dekat kota besar msh ada daerah seperti itu.
ReplyDeleteDgn penyaluran hewan kurban di sana, apalagi ada pendampingan peternak, moga hidup masyarakat sana bisa lbh baik.
Wah asyiknya bisa ikut ngeliput... semoga makin banyak kaum dhuafa yang terbantu ya :)
ReplyDeleteIya Teh Ida, Alhamdulillah bisa ngeliput dan melihat lanngsung kehidupan masyarakat di seputran Tuban :)
DeleteIya Mba, semoga semakin banyak masyarakat yang terbantuk dengan program dari Dompet Dhuafa ini. Aamiin...
Aku kok ya terharu banget sih bacanya, ngebayangin jauh dari keluarga saat idul adha rasanya kutaksangguuup. Semoga perjalanan kali ini membawa hikmah tersendiri ya, Mas. Dan semoga Dompet Dhuafa bisa selalu menebar kebaikan bagi siapa saja.
ReplyDeleteIya Mba, saya sedih bangat saat takbiran di malam itu, kangen bangat sama rumah.
DeleteTapi dari perjalanan ini saya belajar banyak hal Mba, terutama untuk tidak lupa selalu bersyukur dengan segala nikmat yang saya dapatkan selama ini. Alhamdulillah :)
Semoga Dompet Dhuafa selalu menebarkan banyak berkah untuk masyarakat luas. Aamiin...
MAkin banyak Qurban yang tersalur ke berbagai wilayah merata hingga kepelosok. Akhirnya semua bisa merasakan kebahagiaan dengan menikmati hewan qurban. sungguh membahagiakan sekali
ReplyDeleteIya Mas Dony alhamdulillah Dompet Dhuafa berhasil menyebarkan banyak hewan kurban ke berbagai wilayah di Indonesia hingga ke luar negeri. semoga tahun depan bisa lebih luas lagi jangkuannya. Kita doakan saja. Aamiin...
DeleteWaahh... keren ini dompet dhuafa. Semoga kedepannya makin sukses ya dan makin banyak menebar manfaat kepada orang orangbyang membutuhkan dan yang lebih penting lagi makin banyak orang yg tergerak hatinya mempercayakan Dompet Dhuafa dalam menyalurkan zakat. Aamiin...
ReplyDeleteiya Mba Abby, kita doakan semoga Dompet Dhuafa semakin banyak manfaat bagi banyak orang ya Mba. Aamiin...
DeleteCeritanya lengkap banget dan perjalanannya seru nih pastinya ya. Senang bisa ngikuti perjalanan Mas Imawan dan semoga semakin banyak orang yang mau mengulurkan tangan untuk berbagi dengan sesama ya. Sukses dan sehat selalu, Mas
ReplyDeleteTerima kasih Mba Monica, semoga bisa mengambil banyak hikmah dari cerita perjalanan saya bersama Dompet Dhuafa ini ya Mba :)
DeleteAamiin... semoga Mba Monica juga selalu sehat dan sukses ya Mba. Aamiin...
Keren mas awan tulisannya. Gak salah nih jadi pemenang hehehe. Semoga perjalananya berkesan ya mas. Dan gak kapok diajak jalan-jalan ke program DD lagi hehehe. Btw, suasana di Tuban kayaknya gak jauh beda sama di Gunung Kidul. Kering tandus dan masuk banget ke daerah pedalamannnya
ReplyDeleteTerima kasih Mba Annisa :)
DeletePerjalan saya bersama Dompet Dhuafa bukan hanya berkesan Mba tapi banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan. Dan saya sih ga kapok Mba jalan-jalan sama Dompet Dhuafa semoga diajak lagi ke kota lain heheheh
Oooh sama ya Mba, tapi emang Dompet Dhuafa pilih lokasinya yang mayoritas warganya hidup di daerah tandus dan kering sehingga bantuannya benar-benar didapatkan oleh orang-orang membutuhkan ya Mba. Salut sama Dompet Dhuafa.
masyaALLAH sekarang berqurban ga perlu ragu lagi soal adil merata nya yaa, tinggal ke dompet dhuafa ini, punya peternakan tersendiri juga kan yaa
ReplyDeleteIya Mba Angraini berkurban bersama Dompet Dhuafa ini bagus bangat karena memang ditujukan langsung pada orang-orang yang membutuhkannya.
Delete