Wednesday, July 3, 2019

Hindari HOAX dengan Saring Sebelum Sharing


 

Tidak bisa kita pungkiri, perkembangan arus informasi saat ini mengalir begitu cepat. Selain memberikan kemudahan percepatan informasi, namun di sisi lain, kita pun dihadapkan oleh banyaknya berita bohong atau hoax yang beredar.

Lantas apa itu berita bohong atau hoax?

Hoax adalah berita atau pernyataan bohong atau palsu yang berisikan informasi yang tidak benar dan tidak valid karena tidak memiliki kepastian, namun dibuat seolah-olah benar dan sengaja disebar luaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan ketakutan bagi masyarakat.

Dan tidak bisa kita pungkiri, penyebaran berita bohong atau hoax ini tak ubahnya seperti peredaran narkotika dan pornografi, bila dibiarkan terus menerus, maka akan sangat membahayakan dan merugikan banyak orang, bahkan bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk itu, di acara pelatihan ini pun, para peserta pelatihan diajak untuk benar-benar #SaringSebelumSharing agar tidak termakan oleh berita-berita hoax yang memberikan informasi palsu dan menyesatkan di tengah masyarakat.
Bapak Anthonius menjelaskan pentingnya kita mewaspadai berita hoax di era sekarang ini.

Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa seperti yang dituturkan oleh Bapak Anthonius Malau selaku Kasubdit Pengendalian Konten Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki jumlah pengguna internet terbesar di dunia yaitu 150 juta jiwa dari total populasi 282.2 juta jiwa.

Maka dengan melihat begitu banyaknya pengguna internet di Indonesia, maka tidak heran hal ini juga sebanding dengan semakin banyaknya Informasi yang beredar, baik dari informasi yang benar dan valid sampai berita hoax, dari hoax yang sekedar bercanda sampai hoax yang besifat provokasi, agitasi, dan propaganda.

Ya, berita hoax semakin mudah beredar lantaran saat ini kita memasuki era Post-Truth, yaitu sebuah kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan personal, dan kondisi inilah yang menyebabkan munculnya hoax.

Dan berita hoax ini bahkan dikatakan sebagain “ancaman baru” yang sangat dahsyat di era saat ini, karena sasarannya besar yaitu mampu mempengaruhi pikiran manusia secara masal, dalam waktu singkat, dengan biaya mudah dan sulit dilacak.


Hoaks bisa berupa berita dusta di sebuah situs, atau bisa berupa pesan menyesatkan yang disebarkan lewat whatsapp, atau sosial media. Berupa foto hasil rekayasa atau editan, bisa juga berupa meme yang menyesatkan, bahkan bisa pula berupa berita benar dari sebuah link situs berkredibilitas tapi depannya ditempeli judul dan pengantar yang menipu.

Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk pahami apa saja yang menjadi ciri-ciri dari berita hoax agar kita tidak terjebak di dalamnya, yaitu:
  1. Pesannya sepihak, hanya membela atau menyerang saja.
  2. Sering mencatut nama nama tokoh seakan berasal dari tokoh itu.
  3. Memanfaatkan fanatisme dengan nilai-nilai idiologi atau agama untuk meyakinkan.
  4. Judul atau tampilan provokatif.
  5. Judul dengan isi atau link yang dibuka tidak cocok.
  6. Minta dishare atau diviralkan.
Kalau ketemu pesan yang memenuhi sebagian ciri-ciri seperti di atas, maka kita jangan mudah percaya berita tersebut, apalagi sampai ikut menshareingnya ke orang lain padahal itu mengindikasikan hoax, dan jika memang ragu, maka sebaiknya diamin saja berita tersebut.

Dan menurut hasil survey yang dilakukan oleh Mastel pada tahun 2017 yang lalu, bahwa ternyata penyebaran berita hoax paling banyak terjadi melalui media sosial sebanyak 92.4%, aplikasi chat 62,8%, situs web 34,9%, televisi 8,7%, media cetak 5%, email 3,1% dan radio 1,2%.

Melihat hasil survey ini sungguh sangat miris ya, ternyata hoax paling menjamur melalui media sosial, namun banyak orang yang akhirnya gampang percaya pada berita hoax karena beberapa hal berikut ini:
  1. Keterbatasan informasi, yaitu kita percaya berita hoax bukan karena kita mudah dibohongi tapi karena keterbatasan arus informasi yang datang pada kita.
  2. Tingkat popularitas informasi, yaitu dimana ternyata, pemberitaan yang terus menerus dapat membuat manusia jadi tertutup pada kebenaran.
  3. Ketertarikan, yaitu kita lebih tertarik dengan berita hoax karena topiknya yang menarik dan unik. Oleh karena itu dengan mudah langsung percaya dengan hoax.
  4. Confirmation bias, yaitu suatu kondisi dimana kalau berita hoax tersebut berkaitan dengan hal yang dipercaya, maka kebohongan akan lebih mudah diterima.
Untuk itu, mari kita memperkaya informasi yang kita miliki dengan banyak membaca supaya kita bisa semakin waspada saat menggunakan sosial media yang kita miliki, agar tidak terjebak berita hoax  yang merugikan kita ataupun orang lain.

Dan dari data yang masuk di Kominfo, ternyata temuan isu hoax dari bulan Agustus 2018 sampai 23 Juni 2019 saja tercatat sangat banyak, yaitu 2.370 temuan dengan isu hoax paling banyak ada pada bidang politik yaitu 734 temuan, lalu disusul Kesehatan 256 temuan, Pemerintah 268 temuan, Fitnah 182 temuan, Kejahatan 173 temuan, Agama 118 temuan, Bencana Alam 107 temuan dan lain sebagainya.
Iptu Sandi Karisma menjelaskan bahwa berita bohong atau hoax bisa dikenakan UU ITE ataupun KUHP Pasal 14 dan 15
Menyusul begitu maraknya isu hoax yang ada, terutama di media sosial, maka Iptu Sandi Karisma dari direktorat tindak pidana siber (DITTIPIDSIBER) Bareskrim POLRI menjelaskan tentang penerapan UU ITE dalam penanggulangan berita bohong (hoax).

Hal ini dilakukan mengingat, penetrasi pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 10,56 Juta Jiwa. Dimana lebih dari 83% pengguna internet adalah masyarakat yang sudah berusia 19 Tahun ke atas.

Dimana di antaranya, ternyata sebagian besar pengguna internet di Indonesia menggunakan perangkat yang dimilikinya untuk mengakses media sosial sebanyak 95,1% dan apalikasi chatting 73,7% serta 64,8% mengakses aplikasi peta.

Perlu kita ketahui, bahwa berita hoax yang ada, itu terkadang sengaja dibuat oleh sekelompok orang, mereka bahkan ada tim khusus yang bertugas untuk memproduksi berota hoax dan ada tim yang akan menyebarkan berita hoax tersebut. Dan salah satu penyebaran ebrita hoax yang paling cepat yaitu melalui media sosial (facebook, twitter, instagram dll) maupun grup di aplikasi chatting, misalnya WhatsApp, Telegram, dan lain sebagainya.

Dan hingga tanggal 11 Desember 2018 yang lalu, direktorat tindak pidana siber (DITTIPIDSIBER) Bareskrim POLRI telah mengamankan 90 tersangka penyebar hoax hate speech yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.

Nah, untuk jumlah konten yang diselidiki oleh Satgas Patroli Siber Dittipidsiber Bareskrim hingga akhir bulan Desember 2018 berjumlah 3884. Dan ternyata, hingga bulan Desember tahun 2018, jumlah akun anonymous yang beredar sebanyak 2533 alias  bertambah lebih dari 100% dari jumlah tahun 2017 hanya 733 akun saja. Dan 10% diantaranya dilakukan penyidikan, selebihnya dilakukan proses pemblokiran, monitoring, dan pendalaman.
Hati-hati, jangan sampai ikut menjadi penyebar berita bohong atau hoax nanti bisa diancam UU ITE dan KUHP Pasal 14 dan 15
Terkait berita bohong atau hoax ini sudah diatur secara jelas dalam UU ITE dalam pasal 28 sebagai berikut:
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Akan mendaptkan sanksi (Pasal 45A Ayat 1) yaitu Hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Maka akan mendapat sanksi (Pasal 45A Ayat 2) yaitu Hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain itu, Hukum pidana Indonesia pun telah mengatur mengenai larangan penyebaran berita bohong  yang menyebabkan keributan dalam masyarakat seperti yang diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang Undang tentang Peraturan Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 1946) dengan rumusan sebagai berikut:
  1. Pasal 14 (1): Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun. (2): Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkanpemberi tahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapatmenyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong dihukum dengan penjarasetinggi tingginya tiga tahun.
  2. Pasal 15 Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap sedangkan ia mengerti setidak tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya dua tahun.
Ternyata sungguh besar juga ya hukuman yang akan kita terima bila kita melakukan penyebaran berita bohong atau hoax ini. Untuk itu, teman-teman sebaiknya kita selalu waspada saat menerima berita apapun, jangan sampai kita ikut andil dalam menyebarkan berita hoax, saring sebelum shering itu penting, karena hukuman bagi penyebar hoax itu sungguh berat.

Nah, adapun tips melawan Hoax yang bisa kita lakukan adalah menerapkan hal-hal berikut ini:
  1. Pertanyakan Sumber Berita, yaitu tanyakan kepada penyebar asal Informasi yang didapat.
  2. Cek Kredibilatas Sumber, yaitu pastikan bahwa informasi yang kita dapat dari sumber yang kredibel dan tidak memihak.
  3. Pahami Isi Tulisan, yaitu kita harus membudayakan untuk membaca keseluruhan informasi dan pahami benar apa maksudnya.
  4. Lakukan Verifikasi, yaitu tanyakan kepada seseorang yang lebih ahli dan mengerti, atau lihat apakah media lain juga memberitakan hal yang tersebut.
  5. Berhenti di Kamu, yaitu Jika informasi yang kita dapat adalah berita Hoax, maka harus berhenti di tangan kita, jangan disebarkan lagi.
Selain itu, adapun tips untuk mendeteksi apakah sebuah berita itu hoax atau tidak adalah sebagai berikut:
  1. Cek alamat URL apakah berakhiran aneh “.com.co” dan sebagainya atau tidak
  2. Cek situs tersebut dengan melihat “kontak” atau “about” 
  3. Cek informasi yang ada dengan media lainnya, sebab jika benar, media lain juga pasti memberitakan informasi yang sama 
  4. Gunakan fact-tracking untuk mengecek informasi tersebut melalui situs snopes.com dan factcheck.org 
  5. Cek siapa penulis dan narasumernya dengan mencari tahu siapa mereka yang sebenarnya 
  6. Dan jika berita yang dimuat tersebut gampang membuat kita marah maka kita harus waspada, karena berita palsu biasanya sengaja dibuat untuk menyulut kemarahan 
  7. Cek bagaimana cara penulisannya, sebab berita pada umumnya menggunakan bahasa yang santun.
Dan jika kita menemukan adanya berita hoax maka kita bisa melaporkannya kepada pemerintah, dalam hal ini Kominfo melalui beberapa kanal yang bisa kita hubungi dengan mudah seperti pada gambar berikut ini.
Laporkan di sini jika menemukan konten hoax guys
Jadi, bila memang ragu apakah berita itu benar atau hoax, maka lebih baik kita bisa melakukan cara-cara di atas untuk mengecek kebenarnanya, dan lebih diam sama sekali daripada salah menyebarkan berita hoax ke orang lain.  

Dan kemarin di acara pelatihan ini, kami semua mendapat kejutan, karena tiba-tiba dihadiri oleh Bapak Lukman Saifuddin selaku Menteri Agama Republik Indonesia dan itu membuat kami para peserta pelatihan merasa senang dengan kehadiran Beliau yang mau menyempatkan diri untuk datang dan ikut sharing ilmu dan pengalamannya bersama kami.
Bapak Lukman Saifuddin mengatakan bahwa main sosial media itu tidak apa-apa, asal jangan baper
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa saat ini keberadaa sosial media sudah menjadi bagian dari dinamika kehidupan kita, dan Bapak Lukman Saifuddin menilai bahwa menggunakan sosial media itu tidak salah, karena kita juga mahluk sosial yang butuh bersosialisasi dengan mahluk hidup lainnya.

Ya, selain untuk bersosialisasi dengan orang lain, kita pun harus sebaiknya menggunakan media sosial tersebut untuk menyebarkan banyak hal-hal yang baik untuk sesama, bukan digunakan untuk menyebarkan berita bohong atau hoax.

Dan saya pun masih terngiang dengan kalimat Bapak Lukman Saifuddin yang sekaligus menjadi petuah bagi kita yang sering menggunakan media sosial, bahwa kita “jangan gampang baper saat bermain sosial media” kita harus bisa bijak dan menahan hawa nafsu agar tidak terjebak dan menjadi korban dari sosial media itu sendiri.
Bapak Imam menjelaskan terkait pers dan sosial media terkait hoax
Dan lebih lanjut Bapak Imam Wahyudi dari Anggota Dewan Pers (2016 - 2019) membahas tentang keberadaan pers dan sosial media dalam kaitannya dengan hoax. Dimana kualitas informasi dari pers itu berdasarkan niat baik dan tujuan melayani kepentingan publik, akurat, berimbang, jelas. Memiliki standar teknik dan etika yang diatur UU No 40/1999 tentang Pers dan Peraturan Dewan Pers.

Sedangkan sosial media itu memiliki kualitas informasi yang subyektif dan tidak memiliki standar teknik maupun nilai. Namun bila kita salah menggunakan media sosial ini, maka kita akan terkena sanksi hukum karena sudah diatur dalam UU No 9/1998 tentang kemerdekaan menyatakan pendapatan di muka umum, UU ITE, UU anti diskriminasi berdasarkan ras dan etnik, KUHP, dll.

Dan diakaui oleh Bapak Imam, bahwa berdasarkan hasil survey Mastel tentang wabah hoax nasional menjelaskan bahwa bentuk hoax yang paling sering ditemukan itu biasanya dalam bentuk tulisan 62,10%, gambar 37,50%, dan video 0,40% dengan sebaran paling banyak ada pada sosial media (facebook, twitter, instagram, dll) sebanyak 92,40% disusul aplikasi chatting (whatshapp, line, telegram) 62,80% dan situs web 34,90% sedangkan televisi 8,70% dan media cetak hanya 5% saja.

Nah, untuk memudah penyebaran informasi hoax ini, biasanya para pelakuknya melakukan sistem click bait dengan membuat judul berita yang sensasional atau mengandung unsur provikatif,  dan tak jarang antara judul dan isi beritanya tidak sesuai.


Dan banyak orang yang suka meneruskan berita hoax itu karena mereka merasa bangga jadi orang yang pertama kali tahu, lalu mereka senang berbagi namun malas membaca, ada juga yang bertujuan mencari sensasi, ikut-ikutan tren dan ada juga yang tidak tahu jika informasi yang disebarkannya itu hoax.
Kang Oman menghimbau agar kita jangan langsung percaya pada informasi apapun yang kita terima
Selain itu, ditambahkan juga oleh Kang Oman Fathurahman selaku Staf Ahli Manag RI menuturkan bahwa kita harus berfikir sebelum bicara, dan bila berkata sebaiknya harus berkata yang baik, atau mendingan diam sama sekali dari pada mengeluarkan informasi yang salah.

Dan jangan pernah menganggap enteng akan sosial media ini, karena pengaruhnya lumayan besar dalam mempengaruhi banyak orang melalui informasi yang ada di dalamya. Untuk itu, saat kita menerima informasi di sosial media maka jangan telan bulat-bulat, karena informasi dari media sosial itu perlu diragukan karena tidak terverifikasi kebenarannya.


Untuk itu, kita sebagai netizen, jangan selalu membiasakan diri untuk langsung main share, rebroadcast, ataupun komen sesuatu berita tanpa membaca terlebih dahulu secara keseluruhan isi berita tersebut, karena di era post-truth ini, kita harus membudayakan informasi yang akurat agar masyarakat kian matang.

Dan sangat penting bagi kita untuk jangan langsung percaya pada informasi apapun yang kita terima, kita harus membiasakan diri untuk selalu melacak sumber primer dari informasi yang kita dapatkan tersebut, agar tidak terjebak dalam informasi yang menyesatkan.

“Iklan boleh mengunggulkan opini, tapi jangan sampai mengaburkan fakta.” ~Kang Oman Fathurahman~


*****

Tulisan ini sudah sangat panjang saya rasa, namun saya berharap ada manfaat yang bisa teman-teman ambil dari tulisan ini, terutama bagi diri saya pribadi, agar semakin bijak dalam hidup ini, terlebih dalam menggunakan sosial media yang kita miliki, sebab “jemarimu, marimaumu” yang siap menerkam kita kapanpun kita lengah.  

Sungguh saya pribadi mendapatkan banyak sekali pencerahan dari acara pelatihan ini, dan ini menjadi pembelajaran berharga bangat buat saya terutama dalam menyikapi hoax, supaya benar-benar think before you click alias #SaringSebelumSharing itu penting bangat, agar kita tidak ikut terjebak dalam arus berita yang salah.

Terima kasih banyak saya ucapakan kepada Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI dan juga Komunitas Blogger Crony yang sudah mengajak saya untuk ikut dalam pelatihan ini, semoga segala ilmu dan pengalaman yang saya terima ini bisa saya terapkan dalam keseharian saya, dan semoga tulisan ini juga bisa memberi manfaat buat yang membacanya. Aamiin...

Menyebarkan berita yang sebetulnya sudah kita ketahui  "bohong" adalah kejahatan kemanusiaan. ~Handoko Gani~

1 comment: