Sunday, June 28, 2020

Cegah Iklan Rokok "Racuni" Generasi Muda


Saat itu saya masih duduk di bangku kelas tiga SMP, dan ada satu kejadian yang masih teringat jelas hingga saat ini. Jadi gara-gara ada beberapa teman yang kedapatan merokok di belakang sekolah. Akhirnya kami sekelas terkena imbasnya, semua murid di suruh berdiri di depan kelas dan tas diperiksa secara detail satu per satu. Kemudian diceramahin sangat lama oleh guru BK (Bimbingan Konseling) sehingga pulang sekolah menjadi lebih lama.

Meski begitu, dari kejadian ini saya mendapat pelajaran berharga, terutama setelah mendengar penjelasan Bu Sum (Guru BK) tentang bahaya dari rokok yang bisa mengancam nyawa seseorang, terutama untuk anak-anak kecil seperti kami yang masih duduk di bangku sekolah.

"Rokok bukan buat gaya-gayaan, karena rokok bisa bikin nyawa melayang." Ucapnya tegas dan menancap di hati saya hingga saat ini.

Mendengar penjelasan itu, saya semakin yakin untuk tidak merokok. Meskipun saya dibilang cupu, nggak gaul, sok alim oleh teman-teman saya yang merokok. Namun saya tetap meyakini bahwa merokok tetaplah bukanlah pilihan yang bagus.

“Merokok itu tidak ada gunanya anak-anak, hanya membakar uang, dan menghancurkan kesehatan kalian saja. Jika kalian mau terlihat gaul dan keren, itu bukan dengan merokok, tapi buktikan dengan jadi siswa yang berprestasi!” Ujar Bu Sum menutup ceramahnya saat itu.

Jujur saya sangat sepakat dengan kalimat Bu Sum tersebut, bahwa merokok bukanlah perbuatan yang patut dibanggakan apalagi merasa diri menjadi gaul dan keren karena merokok. Padahal, sejatinya, merokok sejak muda adalah salah satu cara membunuh diri sendiri secara perlahan. 

RIBUAN ORANG MENINGGAL SETIAP TAHUN KARENA ROKOK

Ya, “Merekok bisa mematikan” bukan hanya sebuah kalimat ancaman untuk menakuti kita untuk merokok, namun pada kenyataannya, rokok memang benda yang sangat berbahaya, sebab dalam sebatang rokok saja, ternyata mengandung berbagai bahan berbahaya seperti karbon monoksida, nikotin, tar, hidrogen sianida, benzena, formaldehida, arsenik, kadmium, amonia dan masih banyak lagi bahan lainnya yang bisa menyebabkan kita bisa terkena berbagai penyakit yang bisa memicu kematian.
Kandungan dalam sebatang rokok ternyata begitu banyak dan berbahaya - Foto p2ptm.kemkes.go.id
Semua bahan-bahan itu sungguh berbahaya, apalagi jiika dikonsumsi secara rutin setiap harinya, maka bukan hal yang mustahil bila akhirnya banyak orang yang mengalami berbagai penyakit akibat merokok seperti: Kanker paru-paru, penyakit jantung, bisa memicu kolestrol tinggi, bisa menimbulkan komplikasi diabetes, bisa menyebabkan gigi menguning dan mudah keropos, bisa menyebabkan keguguran bagi ibu hamil, menyebabkan menopause lebih cepat bagi perempuan, menimbulkan berbagai kanker (kanker serviks bagi perempuan, kanker tenggorokan, kanker kandung kemih, kanker mulut, kanker darah, hingga kanker ginjal), gangguan ereksi dan kesuburan, gangguan mata, dan masih banyak lagi berbagai penyakit lainnya.

Dan akibat hadirnya beragam penyakit tersebut, maka kita pun akhirnya berujung pada kematian. Dan ternyata, jumlah angka kematian akibat merokok di Indonesia ini termasuk sangat tinggi setiap tahunnya.

“Ada lebih dari 230.000 kematian di Indonesia yang diakibatkan oleh konsumsi produk tembakau setiap tahunnya.” (Badan Litbangkes 2015)1

Ya, merokok merupakan produk tembakau yang menjadi salah satu faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) yang memberikan kontribusi paling besar dibanding faktor risiko lainnya. Sebab, seseorang perokok mempunyai risiko 2 sampai 4 kali lipat untuk terserang penyakit jantung koroner dan memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit kanker paru dan PTM lainnya.

Bahkan menurut data tahun 2018 dari Globocan menyatakan bahwa dari total kematian akibat kanker di Indonesia, ternyata kanker paru menempati urutan pertama penyebab kematian yaitu sebesar 12,6%, dan dimana 87% kasus kanker paru tersebut berhubungan dengan merokok.

Sungguh menyeramkan bukan? Nah, karena tingginya angka kematian pada perokok ini, maka industri rokok akan terus mencari target baru sebagai penggantinya, dan kini  yang menjadi target dari industri rokok adalah anak-anak muda yang masih dalam rentang usia sekolah.

JUMLAH PEROKOK PEMULA NAIK 240% DALAM SATU DEKADE TERAKHIR

Ya, industri rokok tentu saja tidak ingin pangsa pasarnya kosong karena banyaknya perokok yang meninggal dunia seperti yang dibahas di atas. Maka dari itu, industri rokok melakukan berbagai upaya agar jumlah perokok tetap ada dengan mencari target baru sebagai pangsa pasarnya.

Dan yang mereka jadikan targetnya, tak lain dan tak bukan adalah anak-anak muda yang masih berusia sekolah. Maka tidak heran bila jumlah perokok usia muda setiap tahun terus meningkat jumlahnya.

Bahkan seperti yang tertuang pada artikel yang dimuat oleh healthy.detik.com (Kamis, 13 Feb 2020 20:30 WIB)2  bahwa menurut Ketua badan khusus pengendalian tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI), dr Widyastuti Soerojo, MSC, mengatakan bahwa dalam satu dekade terakhir jumlah perokok pemula jumlahnya sangat meningkat hingga 240 persen.

"Dalam satu dekade terakhir peningkatannya 240 persen, dari 9,6 persen tahun 2007 menjadi 23,1 persen tahun 2018. Jadi dalam 11 tahun itu peningkatannya 240 persen pada usia SD - SMP (10-14 tahun). Usia yang lebih tua 15-19 naiknya 140 persen," ujar dr Widyastuti.
Jumlah perokok pemula di Indonesia meningkat drastis dalam satu dekade terakhir
Selain itu, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2018 lalu menunjukkan adanya peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen (2018).

Melihat hal ini, tentu saja saya pribadi merasa sangat miris, sungguh kenaikan jumlah perokok begitu tinggi untuk rentang usia yang masih muda, terlebih karena mereka masih dalam usia sekolah. Lantas apa yang mempengaruhi mereka bisa tertarik merokok di usia yang masih muda tersebut?

Dan  ternyata, salah satu faktor penyebab dari tingginya angka perokok pemula adalah karena banyaknya iklan rokok di masyarakat. Dan saya pribadi tidak bisa memungkiri, bahwa iklan rokok makin ke sini mamang makin menghadirkan konsep iklan kekinian yang seolah memberi kesan yang menginspirasi dan semangat melalui berbagai media baik online maupun offline.

Hal itu juga yang diungkapkan oleh dr Widyastuti bahwa yang memicu tingginya angka perokok pemula yaitu karena iklan yang masif, aksesnya mudah, harganya murah dan dan bisa beli batangan.

Dan saya pun setuju dengan semua itu, bahwa hal-hal tersebut memang menjadi faktor yang kini mampu mendongkrak jumlah anak muda yang menjadi perokok, sehingga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan seperti dalam satu dekade belakangan ini.

Tentu hal ini menjadi perhatian serius bagi kita sebagai orangtua, guru di sekolah dan juga masyarakat sekitar agar saling bekerjasama dan tidak pernah merasa lelah untuk selalu mengingatkan dan mengawasi anak-anak kita agar mereka tidak merokok.

Selain itu, kita juga sangat berharap agar pemerintah segera turun tangan sebagai pemangku kekuasaan, agar lebih tegas dalam mengatur regulasi periklanan dan pemasaran rokok sehingga tidak semakin banyak generasi muda kita yang menjadi korban dari industri rokok ini.

SAWAHLUNTO SUDAH TERAPKAN LARANGAN IKLAN ROKOK

Dan seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa salah satu pemicu tingginya angka perokok pemula adalah karena pengaruh iklan yang ada di masyarakat. Maka dari itu, Kantor Berita Radioa (KBR) melalui program Ruang Publik KBR sengaja menggelar siaran live di Youtube dengan tema “Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok” pada 24-Juni-2020 (pukul 09.00-10:00 WIB) yang lalu.

Dimana acara ini diselenggarakan oleh Berita KBR sebagai bagian dari upaya untuk membantu memberikan edukasi kepada masyarakat seputar bagaimana pengaruh iklan rokok yang bisa mempengaruhi masyarakat untuk merokok, terutama anak-anak muda.

Hadir sebagai narasumber dalam acara ini ada Bapak Dedi Syahendry selaku Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PMD-PPA) Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Selain itu ada juga Ibu Nahla Javial Nisa yang merupakan Kordinator Advokasi Lentera Anak.
Talk Show - Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok 
Diakui oleh Bapak Dedi bahwa kini Sawahlunto menjadi salah satu kota yang memiliki komitmen untuk mengurangi konsumsi rokok warganya. Dimana komitmen tersebut diambil lantaran perilaku hidup tidak sehat masyarakat Sawahlunto yang banyak merokok dalam ruangan termasuk perokok anak-anak.

Namun untuk mewujudkan komitmen tersebut tidak semudah membalikan telapk tangan, bahkan butuh waktu yang cukup lama. Maka dari itu, berbagai upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah Sawahlunto hingga akhirnya bisa sampai di titik ini, diantarnya sebagai berikut:
  • Tahun 2013 Kota Sawahlunto mencanangkan diri sebagai kota layak anak sehingga dimulailah gerakan menghapus iklan rokok.
  • Tahun 2014 Kota Sawahlunto mengeluarkan Perda No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
  • Tahun 2017 Wali kota mengeluarkan Instruksi agar semua iklan rokok dihapuskan.
  • Tahun 2019 Kota Sawahlunto mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwako) No. 70 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Larangan Reklame Produk Rokok.
Meski diakui oleh Pak Dedi bahwa kehadiran Perwako (2019) memang belum terlihat perubahan yang signifikan karena memang baru diberlakukan, namun kini apapun bentuk kegiatan atau event yang ada hubungannnya dengan iklan rokok atau dipsonsori oleh rokok maka tidak akan diberikan izin.

Selain itu, dengan adanyanya Perwako ini juga, maka radio Sawahlunto tidak akan menyiarkan iklan rokok atau acara yang disponsori rokok. Selain itu, di segala sudut kota Sawahlunto, termasuk juga di semua warung kini tidak akan ada iklan rokok dalam bentuk apapun. Misal ada spanduk rokok maka digantikan dengan spanduk bergambar anak-anak.  

“Sekali dalam tiga bulan, Satpol PP akan turun ke warung-warung untuk patroli dan mengecek apakah ada warung yang memasang iklan rokok atau tidak. Jika ada, maka iklan rokok seperti spanduk atau banner maka  akan minta dicabut dari warung tersebut.” Ujar Bapak Dedi.

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa Satpol PP pun akan turun langsung jika memang mendapatkan laporan atau informasi dari warga bila ada warung atau iklan rokok yang terpasang sembarangan di kawasan Sawahlunto. Dan Satpol PP juga akan menegur langsung bila menemukan anak-anak sekolah yang merokok.
Kota Sawahlunto tak lagi menerima PAD dari iklan rokok - Foto: IDN Times
Maka dengan adanya Perwako (2019) ini, diakui oleh Pak Dedi bahwa mulai pada tahun 2019 yang lalu, Kota Sawahlunto tidak lagi menerima apapun kegiatan yang disponsori oleh produk rokok. Dan tentu saja hal ini berimbas pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sawahlunto.

“Kota Sawahlunto kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari iklan rokok Rp32 juta per tahun. Namun semua ini demi menyelamatkan masyarakat, terutama anak-anak dari pengaruh buruk rokok.” Ujar Bapak Dedi.

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa PAD Rp32 juta per tahun ini masih terbilang kecil, dan akan dicarikan alternatif pengganti pendapatan tersebut dari sektor yang lain, seperti dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang terpenting kehidupan masyarakat di kota Sawahlunto ini akan menjadi lebih baik, terutama bagi anak-anak.

Sungguh apa yang dilakukan oleh Sawahlunto ini merupakan kebijakan yang sangat bagus, karena benar-benar mendahulukan kesehatan masyarakat, terutama masa depan anak-anak muda dari pengaruh buruk rokok. Semoga semakin banyak kota-kota lain yang menerapkan dan menjalankan aturan larangan iklan rokok dengan ketat seperti ini.


DKI JAKARTA PUN SUDAH KELUARKAN PERGUB LARANGAN IKLAN ROKOK

Selain Sawahlunto, ternyata pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun sudah mengeluarkan aturan agar perusahaan rokok tidak dapat memasang iklan pada media luar ruang. Peraturan ini dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada media luar.(3)
Jakarta pun sebenarnya sudah lama mengeluarkan peraturan larangan iklan rokok 
Selain itu, untuk menguatkan Pergub tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 244 tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame di Jakarta yang menyangkut larangan reklame rokok dan zat adiktif baik  di dalam maupun di luar ruangan.(3)

Hal ini jelas tertuang dalam Pasal 45 Ayat 1 yang isinya adalah larangan untuk menyelenggarakan reklame rokok atau zat adiktif baik dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor).

Kemudian Pergub tersebut diubah lagi menjadi Pergub DKI No 214 tahun 2016, dan setelah itu dilakukan perubahan lagi menjadi Pergub DKI No 148 tahun 2017 tentang petunjuk pelakasanaan penyelenggaraan reklame.

Ya, peraturan-peraturan ini dibuat untuk mewujudkan KTR (kawasan tanpa rokok) yang bertujuan menjadikan Jakarta sebagai kota yang bebas dari keberadaan iklan rokok, baik di dalam ruang maupun di luar ruang, terutama di ruang-ruang publik.

Namun mengutip dari hasil survey yang dilakukan oleh Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) selama bulan Maret dan April 2017 terhadap 50 minimarket di lima wilayah kota di Jakarta, tentang pemasangan reklame rokok dalam ruangan, ternyata ditemukan 100% minimarket yang disurvei tersebut melanggar Pergub Nomor 244 tahun 2015 ini.(4)

Melihat fakta ini, maka bisa kita simpulkan bahwa pemerintah DKI Jakarta seharusnya bisa melakukan pengawasan yang lebih ketat lagi, sehingga pergub yang sudah dikeluarkan ini bisa benar-benar ditegakan sehingga tidak ada lagi minimarket atau tempat umum lainnya yang masih memasang iklan rokok sembarangan.
DKI Jakarta hadirkan larangan iklan rokok demi mewujudkan kawasan tanpa rokok sehingga lebih sehat dan ramah anak - Foto: Harianhaluan.com
Meski saat ini iklan rokok tidak lagi begitu banyak, tapi  saat ini saya masih kerap melihat ada iklan rokok yang hadir di ruang publik, padahal seharusnya iklan rokok tersebut tidak ada di tempat tersebut. Di satu sisi saya ingin rasanya mencopotnya, tapi di sisi lain takut bila akhirnya menjadi masalah.

Untuk itu, saya berharap agar Pemprov Jakarta makin ketat dan tegas dalam mengawasi iklan rokok, misalnya menyuruh Satpol PP rutin turun ke lapangan dan mengecek langsung kondisi di lapangan untuk segera menertibkan bila ditemukan ada iklan rokok.

Atau mungkin Pemprov DKI Jakarta bisa juga membuatkan layanan khusus (misalnya layanan whatsapp) bagi masyarakat yang ingin melapor bila ditemukan ada iklan rokok yang ditampilkan di dalam atau luar ruangan terutama di ruang-ruang publik, sehingga masyarakat yang melapor pun tetap merasa aman jika melakukan pelaporan.

Ya, kita semua tahu, untuk bisa menerapkan kota yang bebas iklan rokok ini tentu membutuhkan kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah hingga kita sebagai masyarakat, karena ini demi untuk melindungi kaum muda dari iklan rokok yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap perilaku merokok.


BATASI IKLAN ROKOK UNTUK SELAMATKAN GENERASI MUDA

Nah, dalam acara talk show dengan tema “Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok” yang diadakan oleh Berita KBR beberapa waktu yang lalu, Ibu Nahla Jovial Nisa selaku Koordinator Advokasi Lentera Anak, menilai bahwa upaya pelarangan hadirnya iklan rokok seperti yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota Sawahlonto merupakan langkah yang bagus karena sudah membatasi iklan rokok yang bisa mempengaruhi anak-anak untuk merokok.
Iklan rokok memberi pengaruh buruk bagi generasi muda 
Diakui oleh beliau, bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) tahun 2017 yang lalu, ternyata ada 46 persen remaja mulai merokok karena terpengaruh iklan rokok.

Makanya Bu Nahla menilai bahwa upaya Sawahlunto ini bagus sekali, dimana otonomi daerah mampu memberikan kewenangan sebuah wilayah bisa melindungi masyarakatnya, termasuk dengan larangan adanya iklan produk rokok di kawasannya.

Lebih lanjut Bu Nahla menuturkan bahwa yang dilakukan oleh iklan rokok itu bukan menargetkan orang yang sudah merokok, tetapi industri rokok justru menargetkan perokok pemula. Makanya, kehadiran iklan rokok dibuat adalah untuk mencari target baru, yang tak lain adalah anak-anak supaya mereka tidak kehilangan konsumennya.

Sebab, seperti yang sudah saya bahas di atas, bahwa setiap tahun ribuan orang meninggal karena rokok, maka industri rokok tak ingin kehilangan pelanggannya. Untuk itu, mereka melakukan berbagai upaya dan juga kegiatan manipulatif melalui iklan, promosi, sponsor, kegiatan CSR, informasi misleading, dan promosi produk-produk baru dengan menggunakan media sosial, influencer, atau juga bahkan penggunaan konten film serial beradegan merokok untuk "meracuni" anak-anak muda sebagai target barunya.

Ya, kehadiran kegiatan manipulatif seperti di atas dilakukan oleh industri rokok tentu untuk membiasakan masyarakat agar rokok terlihat menjadi sesuatu hal yang wajar sehingga berdampak terhadap tumpulnya sikap kritis masyarakat terhadap bahaya rokok tersebut.

Padahal iklan rokok bisa mendorong anak-anak untuk mencoba rokok, mengulangi perilaku tersebut sehingga akhirnya menjadi kebiasaan dan kecanduan merokok.

Iklan rokok menjadi salah satu pemicu tingginya angka perokok pemula di Indonesia
Tentu hal ini tak kita inginkan, maka dari itu, pembatasan dan pelarangan iklan rokok merupakan hal yang sangat penting dan mendesak agar tidak semakin banyak generasi muda kita yang terkena dampak buruk dari  iklan dan promosi rokok sejak usia dini.

Semoga pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan secepatnya benar-benar bisa melakukan penertiban iklan rokok melalui aturan yang jelas dan tegas sehingga iklan rokok tidak bertebaran liar seperti saat ini sehingga memancing anak-anak sebagai perokok pemula.

Sebab diakui oleh Ibu Nahla bahwa ternyata Indonesia adalah satu-satunya negara di ASEAN yang belum melarang iklan rokok, sedangkan negara-negara lain sudah melakukan hal ini.

Lantas kapan Indonesia akan melarang adanya iklan rokok? Kenapa Indonesia belum melakukan pelarangan iklan rokok seperti negara-negara lain?

Pertanyaan ini tentu saja hanya bisa dijawab oleh pemerintah sebagai pemangku kekuasaan. Kita doakan saja, semoga para pemimpin kita bisa tergerak hatinya untuk secepatnya mengeluarkan peraturan yang jelas dan tegas terkait pelarangan iklan rokok ini, termasuk larangan iklan rokok di internet dan media sosial supaya tidak semakin banyak lagi anak-anak yang menjadi perokok pemula karena iklan yang masif di masyarakat kita saat ini.    

Dan terkait adanya larangan iklan rokok ini, Ibu Nahla membantah anggapan bahwa larangan iklan rokok berdampak terhadap kesejahteraan petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Sebab pada kenyatannya, import tembakau kita lebih besar daripada yang sudah dihasilkan, sehingga petani tembakau kita tidak sejahtera bukan karena iklannya tidak ada, tetapi karena sistem ekonomi yang dibentuk seperti itu.
Jauhi Rokok demi diri dan masa depan yang lebih baik.
Namun yang paling penting saat ini, kita sebagai generasi muda seharusnya sudah paham, bahwa sejatinya merokok itu tidak ada gunanya, maka #putusinaja dan jangan pernah takut untuk mengatakan “TIDAK UNTUK MEROKOK” demi kebaikan diri dan masa depan kita ya teman-teman.

“Berhentilah Merokok,
Sebelum Rokok Menghentikan Hidupmu.”


*****


Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. 


Referensi:
  • https://www.kemkes.go.id/article/view/19071100001/htts-2019-jangan-biarkan-rokok-merenggut-napas-kita.html
  • https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4898429/jumlah-perokok-pemula-di-indonesia-naik-240-persen-ini-penyebabnya
  • https://www.merdeka.com/jakarta/dki-keluarkan-pergub-larangan-iklan-rokok-di-tempat-umum.html
  • https://metro.tempo.co/read/902770/puluhan-minimarket-di-jakarta-masih-memasang-iklan-rokok/full&view=ok
  • https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/23/17434781/pergub-larangan-iklan-rokok-dalam-ruangan-dinilai-belum-diterapkan

No comments:

Post a Comment