
Kau yang pernah menetap,
di antara rindu dan kecewa yang menyiksa,
dan pada gerimis yang merinai dingin,
kau kembali membawa harapan,
melambungkan anganku yang lama terlelap.
di antara rindu dan kecewa yang menyiksa,
dan pada gerimis yang merinai dingin,
kau kembali membawa harapan,
melambungkan anganku yang lama terlelap.
Langkahmu lirih di batas senja,
mengusik sunyi yang lama kubiasakan,
seperti sehelai doa yang terselip di antara
lembar-lembar luka yang belum sempat kupulihkan.
Kau datang tak berkata-kata,
namun matamu menyulam janji yang tak terucap,
menghangatkan dinding hati yang nyaris retak,
oleh musim yang tak pernah lelah menguji.
Dan aku,
dalam diam yang menggigil
menyambutmu tanpa tanya,
sebab rinduku tak butuh alasan,
hanya butuh kau tetap ada.
mengusik sunyi yang lama kubiasakan,
seperti sehelai doa yang terselip di antara
lembar-lembar luka yang belum sempat kupulihkan.
Kau datang tak berkata-kata,
namun matamu menyulam janji yang tak terucap,
menghangatkan dinding hati yang nyaris retak,
oleh musim yang tak pernah lelah menguji.
Dan aku,
dalam diam yang menggigil
menyambutmu tanpa tanya,
sebab rinduku tak butuh alasan,
hanya butuh kau tetap ada.
No comments:
Post a Comment