Sekolah di Tepi Ombak: Harapan yang Tumbuh di Pesisir Bintaro

Sekolah Pesisi Juang hadirkan pendidikan gratis untuk anak nelayan di pesisir Mataram - (Foto: IG @sekolah.pesisi.juang)

Di tepi Pantai Bintaro, ketika matahari mulai condong ke barat dan suara ombak menggulung pelan, sekelompok anak berkumpul di sebuah pondok sederhana. Mereka duduk bersila, sebagian menggambar di atas tikar, lainnya memelototi buku cerita bergambar dengan mata penuh rasa ingin tahu. Di tempat yang barangkali lebih akrab sebagai lokasi tambatan perahu nelayan, berdirilah sebuah sekolah tak biasa, Sekolah Pesisi Juang, rumah belajar gratis bagi anak-anak pesisir yang dulu hampir tak pernah membayangkan bisa menyebut diri mereka sebagai murid.

Sekolah ini bukan hasil kebijakan formal pemerintah, bukan pula dibangun dari proyek raksasa dengan anggaran besar. Ia tumbuh dari rasa peduli dan keberanian seorang pemuda bernama Jauhari Tantowi, putra asli Ampenan, Kota Mataram, yang pulang kampung di tengah pandemi dan mendapati realitas pahit tentang pendidikan anak-anak di desanya.

Dari Pohon Bintaro ke Gedung Sendiri

Cerita Sekolah Pesisi Juang bermula pada pertengahan tahun 2020, saat COVID-19 memaksa seluruh kegiatan belajar dilakukan secara daring. Bagi sebagian anak, mungkin ini berarti pindah dari kelas ke layar laptop. Tapi bagi anak-anak nelayan di pesisir Bintaro, ini adalah tiket keluar dari pendidikan.

Tanpa akses ke gawai atau internet, mereka harus menyewa ponsel seharga Rp2.000 per jam, hanya untuk mengikuti pelajaran yang sering kali mereka tak pahami karena tak ada yang mendampingi. Orang tua mereka? Sibuk di laut, mencari nafkah yang tak menentu.

Sekolah Pesisi Juang jadi rumah belajar gratis bagi anak-anak pesisir - (Foto: IG @sekolah.pesisi.juang)

Melihat ini, Jauhari, lulusan Teknik Geodesi dari ITN Malang yang saat itu baru berusia 27 tahun, merasa tak bisa tinggal diam. Bersama tujuh rekannya, ia menggelar kelas pertama di bawah pohon Bintaro pada 18 Juni 2020. Anak-anak usia 4-6 tahun diajak belajar membaca, menulis, dan berhitung, semuanya lewat pendekatan bermain yang menyenangkan.

Dengan tempat seadanya dan papan tulis portabel menjadi saksi mula dari perjuangan yang tak mudah. Kepercayaan masyarakat belum tumbuh. Bangunan sementara bahkan sempat dirusak, dengan tudingan bahwa sekolah ini hanya “buang-buang waktu”. Tapi bagi Jauhari, ini bukan akhir namun justru baru permulaan.

Untuk menumbuhkan kepercayaan warga, Jauhari dan timnya turun langsung membantu masyarakat. Mereka menyalurkan sembako, membangun rumah bagi korban banjir, mengadvokasi pelanggaran laut, hingga menghadirkan pemeriksaan kesehatan gratis. Mereka bukan hanya guru, tapi juga tetangga, sahabat, dan tangan pertama yang datang saat masyarakat membutuhkan.

Usaha ini perlahan membuahkan hasil. Pada tahun 2023, Sekolah Pesisi Juang akhirnya mendapatkan gedung permanen di Jl. Moh. Ruslan, Bintaro Jaya. Gedung ini dibangun dari donasi yang datang tidak hanya dari dalam negeri, tapi hingga ke Singapura. Meski masih berstatus non-formal dan belum bisa menerbitkan ijazah, sekolah ini telah menjadi tempat berlindung, bermain, dan bermimpi bagi puluhan anak.

“Mungkin kita tidak bisa menyelamatkan orang tua mereka, tapi kita bisa menyelamatkan anak-anak mereka.” Kalimat ini berkali-kali diucapkan Jauhari dalam berbagai kesempatan. Filosofi ini bukan sekadar slogan, tapi prinsip hidup yang tertanam kuat dalam setiap aktivitas sekolah.

Sekolah Pesisi Juang menolak pendekatan konvensional yang menekankan ujian atau angka semata. Mereka ingin anak-anak nelayan tidak hanya bisa membaca dan menulis, tapi juga berpikir kritis, berani berbicara, dan memiliki impian besar.

Program Humanis yang Tumbuh dari Akar

Kurikulum di sekolah ini hidup dan dekat dengan dunia anak. Hari belajar dibagi dua: Senin sampai Kamis untuk anak kecil, dan Sabtu-Minggu untuk siswa gabungan. Metode mengajarnya pun unik, ada mendongeng di bawah pohon, menggambar di pasir, belajar alfabet lewat lagu, hingga bioskop rakyat tempat anak-anak menonton film bertema nilai-nilai kebaikan dan berdiskusi setelahnya.

Sekolah Pesisi Juang memiliki beragam program unggulan yang humanis - (Foto: IG @sekolah.pesisi.juang)

Beberapa program unggulan yang dijalankan antara lain:
  • Kelas Belajar Pesisir: Hadirkan ruang belajar gratis untuk anak-anak usia PAUD hingga SMP yang dilakukan secara tematik dan menyenangkan, dengan pendekatan alam, dongeng, dan permainan.
  • TK Pesisi Juang: Program pendidikan usia dini yang ramah anak dan berbasis komunitas. Dibuka kelas TK untuk anak-anak usia 4–6 tahun yang belum tersentuh pendidikan formal karena jarak, biaya, atau keterbatasan lainnya. Di sini anak-anak belajar sambil bermain, mengenal huruf dan angka, mengekspresikan diri lewat seni, serta dibiasakan hidup bersih dan mandiri.
  • Beasiswa dan Perlengkapan Sekolah: Bantuan alat tulis hingga seragam bagi anak-anak dari keluarga nelayan.
  • Literasi Pesisir: Menghidupkan budaya membaca dan menulis di lingkungan pesisir. Lewat pojok baca, kelas dongeng, dan tantangan menulis, anak-anak dilatih untuk menyukai kata dan imajinasi.
  • Kelas Lingkungan dan Kreativitas: Belajar dari alam sekitar dengan praktik langsung: menanam, membersihkan pantai, hingga membuat karya dari barang bekas. Membangun kesadaran lingkungan sejak dini.
  • Program Kesehatan: Pemeriksaan rutin dan penyuluhan gizi untuk anak dan keluarga.
  • Program Kakak Asuh: Mendampingi anak yatim atau anak dari keluarga kurang mampu dengan kasih sayang personal.
  • Sembako untuk Masyarakat Pesisir: Program solidaritas pangan untuk keluarga nelayan dan warga prasejahtera. Kami membuka donasi publik untuk menyalurkan bantuan sembako langsung ke rumah-rumah mereka.
  • Bioskop Rakyat: Ruang nonton bareng di pinggir pantai, terbuka untuk anak-anak dan warga. Di sini diputar film-film edukatif, dokumenter, animasi inspiratif, hingga cerita rakyat nusantara.
  • Acara Komunitas: Berbagai acara kreatif untuk menyatukan warga, anak-anak, dan relawan. Digelar beragam kegiatan, seperti lomba mewarnai, pentas seni, hingga nonton bareng di pinggir pantai.
Semua ini digerakkan oleh lebih dari 10 relawan tetap, sebagian besar mahasiswa yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Mereka bekerja tanpa gaji, dibayar bukan dengan uang, tapi senyum anak-anak dan rasa syukur dalam hati.

Dan mereka semua sadar, sekolah ini bukan hanya bangunan tempat anak-anak belajar. Ia adalah rumah kedua bagi anak-anak tersebut, tempat di mana setiap anak boleh bermimpi, meski lahir dari keluarga yang selama ini dipinggirkan oleh sistem. Tempat yang mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya hak anak kota, bukan pula milik mereka yang mampu membayar mahal.

Jauhari Tantowi, dengan segala kesederhanaannya, telah membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil, dari satu anak yang bisa membaca namanya sendiri, dari satu mimpi yang berani diteriakkan di antara suara ombak.

Sekolah Pesisi Juang bukan hanya tentang mengajarkan huruf dan angka. Ia tentang melawan ketimpangan, tentang membangun harapan, dan tentang menciptakan masa depan yang lebih adil, dimulai dari pantai kecil di ujung Ampenan.


Pengakuan dan Dampak Nyata

Di tengah segala keterbatasan, Sekolah Pesisi Juang terus menorehkan prestasi. Pada 2024, Jauhari Tantowi menerima SATU Indonesia Awards di bidang pendidikan, program penghargaan yang diadakan oleh PT Astra International Tbk ini untuk mengapresiasi pemuda Indonesia yang memberikan kontribusi positif di berbagai bidang.

Namun, prestasi sejati bukanlah trofi atau sertifikat, melainkan perubahan nyata dalam kehidupan anak-anak dan komunitas. Anak-anak yang dulunya pemalu kini berani berbicara di depan kelas. Beberapa sudah bercita-cita menjadi guru, perawat, bahkan pemimpin desa. Angka pernikahan dini di kawasan pesisir juga mengalami penurunan signifikan, berkat pendekatan yang fokus pada literasi dan pemberdayaan.

Sekolah Pesisi Juang belum selesai. Jauhari dan timnya merancang masa depan dengan penuh harapan. Mereka ingin mengembangkan walking tour edukatif berbasis kearifan lokal, memperkenalkan sejarah kampung nelayan kepada wisatawan. Tujuannya bukan sekadar edukasi, tapi juga mendorong ekonomi kolektif warga.

Mereka bermimpi memiliki lahan belajar yang lebih luas, ruang kelas terbuka yang ramah anak, dan bahkan ambulans komunitas untuk menjangkau warga pesisir yang sering kesulitan mengakses layanan kesehatan.

Sekolah Pesisi Juang Terus Berjuang untuk Mencerdaskan Anak-anak Harapan Bangsa - (Foto: IG @sekolah.pesisi.juang)

Kini, ketika mentari tenggelam di ufuk barat dan angin laut membawa harum garam yang lekat, Sekolah Pesisi Juang berdiri sebagai mercusuar kecil di tengah samudra ketimpangan. Di tempat yang dulunya hanya jejak kaki di pasir, kini tumbuh pijakan kokoh bagi generasi pesisir yang ingin melangkah lebih jauh.

Ini bukan sekadar kisah tentang pendidikan alternatif, tetapi tentang keberanian menyalakan cahaya di tempat yang selama ini luput dari peta perhatian. Bahwa dengan kasih sayang, keberanian, dan kerja sama, pendidikan bisa hadir dalam wujud paling manusiawi, tanpa tembok tinggi, tanpa seragam mahal, namun dengan semangat yang tak mudah padam.

Apa yang dimulai Jauhari dari bawah pohon Bintaro dulu bukan hanya gerakan sosial, tapi juga perlawanan halus terhadap ketidakadilan yang kerap dianggap biasa. Sekolah Pesisi Juang mengajarkan kita bahwa perubahan tidak selalu datang dari atas, dari kebijakan, atau dari modal besar. Kadang, ia lahir dari suara tawa anak-anak yang belajar mengeja di bawah langit terbuka, dari langkah seorang pemuda yang pulang kampung bukan untuk menyesal, tapi untuk membangun. Dan selama masih ada mimpi yang tumbuh di pesisir, sekolah ini akan terus hidup, menjadi rumah bagi harapan, dan pelabuhan bagi masa depan.


Referensi:

  • https://sekolahpesisijuang.tanahjuang.com/
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/03/jauhari-tantowi-dan-sekolah-pesisi-juang-mewujudkan-pendidikan-gratis-anak-nelayan-kota
  • https://ntbsatu.com/2025/10/20/sekolah-pesisi-juang-cermin-ketimpangan-dan-harapan-pendidikan-di-pesisir-ampenan.html

No comments:

Post a Comment