Pentingnya Peran Media Mengedukasi Keluarga Demi Wujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030



Beberapa waktu yang lalu, saya melihat di salah satu program televisi tengah membahas tentang pernikahan dini. Tampak kedua anak-anak ini masih sangat muda diundang dalam acara tersebut dengan wajah mereka ditutupi topeng, yang perempuan berusia sekitar 14 tahun dan yang laki-laki berusia sekitar 13 tahun. Usia yang masih terbilang belia untuk memutuskan menikah, padahal seharusnya di usia tersebut, anak-anak ini masih bermain dan bergulat menuntut ilmu di sekolah.

Belum usai keterjutan saya dengan berita itu, berita lain pun hadir dengan kabar yang kurang sedap juga, dimana seorang anak kecil usia sekolah dasar terpaksa dilarikan ke rumah sakit setelah dipukuli oleh temannya hanya karena berawal dari saling rebutan mainan.

Tidak berhenti di situ saja, kini dengan mudah bisa kita temukan di sekitar kita ada anak-anak yang sedang merokok, anak-anak yang tawuran, anak-anak yang mengalami stunting, anak-anak putus sekolah, dan masih banyak lagi deretan kasus tentang anak-anak yang membuat hati kita begitu perih melihatnya. 

Kenapa begitu banyak kejadian yang menjerat anak-anak pada kasus-kasus yang begitu rumit? Dan hal ini membuat anak-anak tumbuh dalam keadaan yang memprihatinkan. Adakah ini murni kesalahan anak-anak? Tentu saja tidak, sebab tak bisa kita pungkiri, anak-anak itu ibarat kertas putih yang sangat polos, namun keluarga dan lingkunganlah yang saya pikir telah mengubah warnanya. 

Dan mungkin kita akan sependapat, bahwa keluarga adalah tempat yang menjadi awal mula pembentukan kematangan kepribadian seorang anak, sebab anak-anak akan mengikuti dan mencontoh orang tuanya dengan berbagai kebiasaan dan perilaku yang mereka lihat sehari-hari.

Untuk itu, sangat penting bagi kita sebagai orang tua untuk menjadi panutan yang baik bagi anak-anak kita. Dan selain itu, kita pun sebagai orang tua juga harus memahami tentang apa saja yang menjadi hak-hak bagi anak-anak kita, agar anak-anak kita bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Namun sayangnya, masih banyak orang tua yang belum bisa menjadi panutan bagi anak-anaknya, bahkan tak sedikit orang tua yang tidak tahu apa saja yang menjadi hak anak-anaknya. Padahal anak-anak berhak dan seharusnya memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal selama keluarga paham akan hak-hak anak.

Media Harus Turut Mengedukasi Keluarga Indonesia

Mengingat masih minimnya informasi ini, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melalui Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak menggelar Media Gathering yang dihadiri oleh sejumlah media dan blogger dengan tema “Media Menginspirasi : Media Mengedukasi Keluarga Wujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030” yang berlangsung pada Selasa, 17 Juli 2018 silam.
Narasumber: Ibu Dewi (Kiri) dan Ibu Lenny (Kanan)
Dan hadir dalam acara ini Ibu Lenny N. Rosalin selaku Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak dan Ibu Dewi Setyarini sebagai Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang menjadi narasumber dalam media gathering ini.

Sesuai dengan temanya, acara ini dihadirkan dengan tujuan untuk mengajak media mendukung edukasi kepada keluarga sesuai dengan amanat UU Pers dan UU Perlindungan Anak untuk pemenuhan hak anak. Sebab tidak bisa kita pungkiri, peran media untuk turut menyebarkan berbagai informasi yang bermanfaat terkait mengedukasi keluarga di Indonesia juga sangat diperlukan.

Apalagi menurut data dari kemendagri.go.id bahwa saat ini di Indonesia tercatat ada sebanyak 69.486.747 Kepala Keluarga yang diharapkan memiliki komitmen untuk memenuhi hak anak-anak yang berada di bawah tanggungjawab masing-masing keluarga. 

Namun seperti yang saya ceritakan di atas, pada kenyataannya, berbagai kasus masih menyelimuti dunia anak-anak, seperti kasus gizi kurang, perkawinan anak, dan lain-lain masih banyak ditemui di sekitar kita. Hal ini menunjukkan bahwa begitu banyak hak anak yang belum terpenuhi oleh keluarganya. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk membantu keluarga Indonesia memenuhi hak anak, di antaranya melalui edukasi keluarga.

Lantas apa saja sih yang menjadi hak dari anak-anak? Ternyata anak-anak mempunyai 31 hak yang wajib dipenuhi, di antaranya sebagai berikut:
Anak mempunyai hak untuk:
1.       Bermain
2.       Berkreasi
3.       Berpartisipasi
4.       Berhubungan dengan orang tua bila terpisahkan
5.       Bebas beragama
6.       Bebas berkumpul
7.       Bebas berserikat
8.       Hidup dengan orang tua
9.       Kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang

Anak mempunyai hak untuk mendapatkan:
10.   Nama
11.   Identitas
12.   Kewarganegaraan
13.   Pendidikan
14.   Informasi
15.   Standar kesehatan paling tinggi
16.   Standar kehidupan yang layak

Anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan:
17.   Pribadi
18.   Dari tindakan / penangkapan sewenang-wenang
19.   Dari perampasan kebebasan
20.   Dari perlakuan kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi
21.   Dari siksaan fisik dan non fisik
22.   Dari penculikan, penjualan dan perdagangan atau trafiking
23.   Dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual
24.   Dari eksploitasi / penyalahgunaan obat-obatan
25.   Dari eksploitasi sebagai pekerja anak
26.   Dari eksploitasi sebagai kelompok minoritas
27.   Dari pemandangan atau keadaan yang menurut sifatnya belum layak untuk dilihat anak
28.   Khusus dalam situasi genting / darurat
29.   Khusus sebagai pengungsi / orang yang terusir / tergusur
30.   Khusus jika mengalami konflik hukum
31.   Khusus dalam konflik bersenjata atau konflik sosial
Ibu Lenny menuturkan bahwa peran keluarga sangat penting untuk tumbuh kembang anak-anak
Itulah hak anak-anak yang harus kita pahami. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Lenny N. Rosalin bahwa anak-anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal jika seluruh keluarga di Indonesia memahami dan mendukung pemenuhan hak anak dalam keluarganya masing-masing. 

“Upaya pemenuhan hak anak memerlukan komitmen yang kuat dari ayah dan ibu maupun orang-orang dewasa yang ada dalam keluarga. Orang dewasa harus memperluas wawasan dan melatih kepekaan agar kebutuhan dan hak anak terpenuhi. Jadikan hak anak sebagai prioritas utama dalam mendampingi tumbuh kembangnya,” ungkap Ibu Lenny.

Untuk mewujudkan pemenuhan hak anak ini, maka saat  ini,  Kementerian PP-PA  tengah melakukan  berbagai  upaya  pemenuhan  hak  anak  untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030. Hal tersebut dilakukan melalui kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). 

Dimana KLA sendiri merupakan sistem pembangunan yang berbasis hak anak melalui komitmen yang terintegrasi, yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan media untuk menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.

5 Klaster Hak Anak

Pengembangan KLA yang sedang dilakukan saat ini mengacu pada 24 indikator pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak yang secara garis besar terdapat dalam 5 klaster hak anak. Hak anak yang terdapat dalam 5 klaster meliputi: 
inilah 5 klaster hak anak yang perlu kita pahami

  1. Hak sipil dan kebebasan adalah menyangkut hak dimana semua anak harus memiliki akta kelahiran, lalu anak memiliki hak untuk mengakses informasi, namun  tetap harus diawasi dan dicegah agar anak tidak mengkonsumsi informasi yang tidak layak untuk anak-anak seperti yang bermuatan pornografi dan kekerasan. Dan anak juga memiliki hak untuk meningkatkan partisipasinya. 
  2. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif adalah bagaimana lingkungan keluarga yang aman dan nyaman bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk penyediaan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) dan upaya penurunan perkawinan usia anak. Lalu untuk anak-anak yang tidak memiliki orang tua (kandung atau pengganti), perlu diciptakan suatu pola pengasuhan alternatif yang berkualitas. Dan disediakan lembaga konsultasi bagi keluarga dalam mendidik dan mengasuh anak, misalnya dalam bentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PPK). 
  3. Kesehatan dasar dan kesejahteraan adalah menyangkut bagaimana kita memastikan setiap anak sehat dan bergizi baik, lalu anak tumbuh dan berkembang dalam kondisi kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya yang sejahtera. Dan tersedianya pelayanan ramah anak di lembaga-lembaga penyedia layanan kesehatan, terutama di Rumah Sakit dan Puskesmas. 
  4. Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya adalah semua anak harus sekolah, sejalan dengan program Wajib Belajar 12 Tahun, disertai dengan perwujudan Sekolah Ramah Anak (SRA) serta penyediaan Rute Aman dan Selamat ke/dari Sekolah (RASS). Selain itu, pemanfaatan waktu luang yang diperlukan anak karena anak juga harus beristirahat dan mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang memang diminati dan positif, termasuk kegiatan budaya melalui pembentukan Ruang Kreatifitas Anak. 
  5. Perlindungan khusus anak yaitu mencakup upaya-upaya yang harus dilakukan agar setiap anak tidak didiskriminasi dan tidak mengalami kekerasan selama hidupnya. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 59 terdapat 15 anak yang dikategorikan anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK), termasuk anak berkebutuhan khusus, anak penyandang disabilitas, anak pada situasi bencana, anak-anak marjinal, dll.
Dan pada tahun 2018 ini, ada sebanyak 389 Kabupaten/Kota sedang dikembangkan untuk menjadi KLA, dan dari jumlah tersebut, ada sebanyak 176 Kabupaten/Kota telah berhasil meraih penghargaan dari berbagai kategori. Dan acara penganugerahan atas penghargaan KLA di tahun ini akan digelar di Kota Surabaya pada tanggal 23 Juli 2018 yang sekaligus bertepatan dengan Hari Anak Nasional.

Namun untuk mendukung terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak, maka ada beberapa hal yang telah dilakukan, seperti sosialisasi dan pengembangan program dan fasilitas di tiap daerah seperti adanya PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga), upaya-upaya untuk mencegah perkawinan anak, pengasuhan anak berbasis hak anak dan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA). Di bidang kesehatan anak, dikembangkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ramah anak (Puskesmas Ramah Anak), Pengembangan Kampung Anak Sejahtera (KAS) untuk mendukung penurunan stunting dan fasilitas ruang ASI, Sekolah Ramah Anak (SRA), Pusat Kreatiitas Anak (PKA) terus ditingkatkan.

Maka semoga dengan adanya upaya-upaya di atas, maka kita berharap semakin banyak Kabupaten/Kota yang layak anak, sehingga anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal, karena tidak bisa kita pungkiri anak-anak kita inilah yang nantinya akan menentukan masa depan bangsa ini kelak.

Pentingnya Perlindungan Anak oleh Media Penyiaran

Namun proses edukasi dan sosialisasi tentang pemenuhan hak anak ini tentunya harus perlu terus-menerus dilakukan. Hal ini pun sudah tercantum dalam Pasal 27 ayat (5) UU Nomor 35 Tahun 2014, dimana media memiliki peran dalam perlindungan anak. 

Selain itu, media juga memiliki peran dan fungsi yang telah diatur pada UU Nomor 40 Tahun 1999, pasal 3 tentang Pers, bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Maka melalui media, diharapkan masyarakat bisa mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
Ibu Dewi menuturkan bagaimana peran media sebagai agen perubahan
Hal ini dipertegas oleh Ibu Dewi Setyarini yang merupakan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Beliau menuturkan bahwa peran media untuk menjadi agen perubahan (agent of change) bagi terpenuhinya hak anak Indonesia menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 juga mempunyai peranan penting.

Dimana Ibu Dewi menuturkan bahwa “Media penyiaran perlu memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak pada setiap program siaran, terutama dalam siaran anak, dengan menyiarkan program siaran yang memuat pesan moral, mengandung manfaat dan menggambarkan dunia anak. Di sisi lain, orang tua dan orang dewasa harus melakukan kontrol pula pada media yang dikonsumsi anak. Termasuk penggunaan gawai secara bijak dan isi media yang diperbolehkan.”

Jadi peran orang tua atau orang dewasa untuk memperhatikan segala tontonan dan bacaan anak-anak itu penting. Hal ini perlu dikakukan karena sudah banyak sekali kejadian buruk yang menimpa anak-anak karena pengaruh tontonan atau bacaan yang mereka dapatkan tanpa control orang dewasa.

Bahkan Ibu Dewi menceritakan bahwa pada tahun 2008 silam, ada seorang anak perempuan di Inggris meninggal dengan leher terjerat pita rambut miliknya, mirip adegan kartun. Korban menggemari serial kartun “Dora the Explorer” dan “Go Diego Go.”  

Selain itu, Tahun 2008 juga di China ada anak berusia 7 dan 4 tahun dibakar temannya yang berusia 10 tahun. Pelaku mengikat keduanya di sebuah pohon lalu membakarnya. Bocah itu mengaku menirukan adegan film kartun serigala “Xi Yang-yang & Hui Tailang” dan pengadilan negara setempat memutuskan produser bersalah terhadap dan wajib membayar kompensasi biaya perawatan korban 15 persen.

Dan di Indonesia pun kejadian serupa juga terjadi. Pada bulan April 2015 yang lalu ada bocah kelas 1 SD di Pekanbaru meninggal akibat pengeroyokan teman-temannya. Peristiwa terjadi saat korban dan teman sebayanya tengah bermain menirukan adegan perkelahian dalam sinetron di salah satu televisi. Korban mengalami kerusakan syaraf lantaran dipukul dengan sapu dan ditendang oleh teman-temannya.
Media mempunyai peran untuk turut mengedukasi keluarga untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA)
Jadi  jika melihat contoh kasus di atas, maka begitu fatalnya pengaruh tontonan yang dikonsumsi oleh anak-anak bahkan berujung pada kematian. Untuk itu, diharapkan semoga semua tayangan dan berita yang disajikan oleh media semakin ramah anak, dengan menampilkan tayangan yang berkualitas melalui tontonan yang menghibur dan mendidik serta jauh dari kekerasan.

Namun selain itu, kepedulian orang tua dan orang dewasa untuk mengawasi, membatasi dan menjelaskan jenis tontonan mana yang layak dan tidak layak dinikmati anak-anak adalah sebuah keharusan yang wajib ditekuni oleh masyarakat demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti kejadian di atas.

Maka mulai sekarang, kita yang bekerja sebagai media dan juga blogger, diharapkan bisa menghasilkan karya berupa konten-konten yang inspiratif, sehingga dapat memberikan sumbangsih untuk semakin mengedukasi masyarakat luas, supaya akan lahir anak-anak Indonesia yang memiliki karakter yang baik, sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia, dan cinta tanah air, sebab masa depan negara ini ada di tangan mereka sebagai generasi penerus bangsa.

“Di mana kau tumbuhkan jiwamu?" tanya seseorang.
Maka aku menjawab, "Di tempat-tempat kebaikan berada,
terutama pada mata dan kalbu anak-anakku.”
~ Helvy Tiana Rosa ~


20 comments:

  1. Ikut prihatin dengan pola perilaku negatif yang terjadi pada anak-anak generasi sekarang.
    Masyarakat harus lebih diedukasi secara kontinyu untuk berperan aktif mengawasi anak dalam banyak hal, tapi tetap dengan gaya pengawasan yang tidak mengekang anak.
    Karena jika terkesan dikekang, jiwa anak akan memberontak karena labilnya usia mereka, seusia belia mereka belum paham betul mana hal yang baik dan mana hal yang tidak baik.

    ReplyDelete
  2. Baca ini jadi pengen punya anak wan.. ahaha eh otw cari ibu nya dulu yaa..

    ReplyDelete
  3. betul sekali mas kita sebagai broker punya peran yang memberikan konten positif kepada masyarakat terutama anak-anak yang merupakan generasi masa depan Indonesia

    ReplyDelete
  4. Kemarin aku nonton berita tentang suatu desa di bantul yang menerapkan jam larangan gadget pada anak. Anak2 di desa itu pada jam2 yg ditentukan tidak boleh memegang gadget. Secara otomatis, "pelariannya" mereka akan beraktivitas dan berinteraksi dg sekitarnya, termasuk orangtuanya. Dan para orangtua senang dg hal ini.
    Aku nontonnya terharu.
    .
    .
    .
    Trus aku lupa mau komen apa ya di sini 😅😅😅

    ReplyDelete
  5. Iya harusnya konsisten ya untuk tidak menggunakan gadget berlebihan, hiks saya jadi merasa tertampar nih, insya allah harus niat yang kuat untuk bisa memerangi gadget supaya ga ketergantungan

    ReplyDelete
  6. Iya prihatin ya Bang dengan kondisi anak-anak sekarang. Kalo yang sial menikah di usia dini kudu dikaji banget, kenapa mrk bs kepikiran untuk menikah. Sebenarnya kalo dilihat dari segi agama sih gak masalah, karena mereka mau menikah. Masalahnya paham engga mereka tuh tentang tujuan pernikahan dan lain2.

    ReplyDelete
  7. Aku pun kaget mas pas baca berita ttg pernikahan anak2 itu, rasanya sayang bgt ya masa muda mereka tanpa merasakan pendidikan yang lebih tinggi. dan usia nya pun belum memasuki usia yang cukup untuk pernikahan, secara emosional dan kesiapan jasmani.
    harus ada pihak2 yang concern terhadap hal ini.

    ReplyDelete
  8. Dengan banyaknya media yan tak sehat dan bersahabat dengan anak, perlu banget pengawasan dari orang tua, keluarga dan orang sekitar. Anak - anak harus diarahkan kembali pada hakikatnya, bermain di alam dan belajar dengan bahagia

    ReplyDelete
  9. Kewajiban dan tanggung jawab orang tua memang semakin lama semakin hesar. Orang tua juga dituntut untuk melek ilmu, pengetahuan dan wawasan.
    SehijSeh tau betul apa sebenarnya hak-hak anak yang semestinya dipenuhi

    ReplyDelete
  10. sering kan ya banyak kejadian anak kecil menyakiti temannya, entah mukul, smackdown, atau malah ada yg sampe membunuh.. serem bgt dan miris melihatnya.. benar tuh ga cuma orangtua si anak aja yang harus lebih memperhatikan hal ini, tapi seluruh masyarakat juga, yg belum punya anak pun juga.. biar generasi penerus bangsa kita nantinya ga akan jadi generasi yang berperilaku negatif.

    ReplyDelete
  11. Fenomena pernikahan dini anak-anak 13 sama 14 tahun itu juga biki akh geleng-geleng kepala mas.. Sempet kaget juga kok bisa ya. Memang ya peran media itu sangat penting demi masa depan anak bangsa

    ReplyDelete
  12. Sepakat. Media banyak sekali fungsinyà terutama menyampaikan informasi positif kepada masyarakat luas akan hal hal yang bermanfaat. Seperti menyampaikan cara atau trik pola asuh anaknyang baik

    ReplyDelete
  13. Aku senang deh kalau ibu Lenny ini udah memaparkan tentang anak ya gamblang dan lugas. Menurut aku banyak kejadian sekarang ini dari anak kepada anak yang karena kurangnya hal mereka secara real.

    ReplyDelete
  14. dewasa ini tantangan orang tua semakin berat yaa Mas, anak-anak dengan mudah mendapatkan informasi dan tontonan dari segala sumber, kita harus pandai memilah mana yang baik untuk mereka tanpa membatasi rasa ingintahunya. saya nih masih berusaha banget untuk mengurangi instensitas penggunaan gadget pada anak saya

    ReplyDelete
  15. Ah terima kasih sharingnya, dan sebagai seorang ibu, saya selalu nerasa was was dengan perkembangan zaman sekarang, apalagi mendidik zaman sekarang itu tantangannya luar biasa, banyak pengaruh yang bisa mempengaruhi anak dan orang tua, terima kasih sudah diingatkan

    ReplyDelete
  16. Wah bagus ini, sedikit menyoroti yg kebebasan beragama, sebagai orangtua tentu saja harus mengarahkan anak pada ajaran agama yg diyakini kebenarannya. Yg penting itu sih kalau kuat pondasi agamanya, diberi kebebasan memilihnya juga nanti dia akan memilih sesuai yg sudah ditanamkan dan diyakini kebenarannya dari kecil :)

    ReplyDelete
  17. Media sekarang lebih sering mengejar profut, dari pada menjadi pilar pembangunan bangsa. mereka lupa akan perannya sebagai media edukasi, persuasi dan informasi. Yang dikejar bagian hiburannnya mulu

    ReplyDelete
  18. Sebenarnya di blog blog banyak bertebaran konten yang ramah anak, namun seperti kita tahu daya literasi masyarakat kita rendah. Mereka lebih suka menyaksikan tontonan di televisi yang kita tahu, begitulah... sebaiknya pemerintah lebih galak lagi pada media-media seperti televisi ini yang lebih banyak menyentuh masyarakat...

    ReplyDelete
  19. Wuaaahhh usia 13-14 tahun aku masih main di sawah sebelah sekolah, masih naksir2an kyknya, tapi gk pernah sekalipun mikirin nikah hohoho...
    Ya Allah itu ngeri amat ya kejadian bakar teman oleh anak.
    Anak2ku gk pernah nontonTV lokal, lbh suka aku setelin yg khusus channel anak2. Itu aja kudu diawasin terus mas.
    Moga2 media bisa lbh aktif membantu masyarakat khususnya ortu supaya bisa bikin konten2 yg lbh layak ditonton anak ya, namun tentu aja peran ortu memilah2 tayangan jg penting sih...

    ReplyDelete
  20. Media apalagi gadget memberikan dampak luar biasa pada perkembangan sikap dan perilaku anak. Org tua hrs mampu mengcounter semua pengaruh buruk gadget tersebut dg mrnciptakan lingkungan keluarga yg nyaman dan mengayomi anak.

    ReplyDelete