Hentikan Stigma untuk Dunia yang Setara


Meskipun zaman kian maju, namun masih ada saja pemikiran masyarakat yang belum terbuka. Salah satunya terlihat dari sikap kita yang masih kerap kali melakukan diskriminasi terhadap saudara-saudara kita yang penyandang disabilitas.

Tentu hal ini menjadi "PR" kita bersama untuk memberikan edukasi kepada meraka, supaya  pemahaman yang keliru dan stigma yang salah selama ini bisa untuk kita luruskan, bisa perlahan diperbaiki, agar masyarakat tidak terus terjebak dalam pemahaman yang salah.

Hal ini perlu dilakukan, karena pemahaman dan stigma yang salah terhadap penyandang disabilitas telah memberikan dampak yang serius, bukan hanya dikucilkan, namun mereka juga tidak mendapat kesempatan yang sama seperti masyarakat pada umumnya dalam berbagai aspek, makanya perlu dilawan.


Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara

Melihat permasalahan ini, maka Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia menggelar acara bincang-bincang dengan tema “Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara” secara online melalui Zoom dan juga Live streaming di youtube channel KBR pada Rabu, 30 Maret 2022 yang lalu.

Acara yang dipandu oleh Mba Ines Nirmala ini menghadirkan dua orang narasumber, yaitu ada Ibu dr. Oom Komariah, M.Kes selaku Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia (HDSD) dan juga ada Mba Uswatun Khasanah yang merupakan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).

Talkshow : Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara

Pada kesempatan ini, NLR Indonesia sebagai organisasi yang memiliki fokus untuk isu kusta dan pembangunan yang inklusi disabilitas, turut mendukung kampanye kesadaran dan upaya melawan stigma terhadap semua ragam disabilitas, termasuk down syndrome.

Untuk itu, kehadiran acara ini merupakan salah satunya dukungan terhadap penyandang down syndrome, yang sekaligus bertepatan dengan peringatan hari down syndrome sedunia yang selalu dirayakan setiap 21 Maret setiap tahunnya.

Penyandang down syndrome merupakan salah satu ragam disabilitas intelektual yang kerap kali lekat dengan stigma buruk dan keliru karena dianggap sebagai orang dengan gangguan kejiwaan, padahal itu tidaklah benar. Begitu juga dengan stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap kusta.

Nah, diharapkan dengan adanya acara seperti ini, maka masyarakat luas semakin terbuka wawasannya, sehingga jadi lebih paham tentang disabilitas pada umumnya, dan bisa menghilangkan berbagai stigma yang selama ini hadir di masyarakat tentang penyandang disabilitas, khusunya kusta dan down syndrome.

Untuk itu, supaya kita semua sama-sama belajar, maka dari itu saya pun sedikit mengulas kembali ilmu yang saya terima dari narasumber tentang seperti apa sebenarnya down syndrome dan kusta ini, supaya kita semua jadi lebih mengerti dan memahami lagi tentang hal ini.


Mengenal apa itu down Syndrome?

Down syndrome atau sindrom down merupakan kondisi kelainan genetik yang disebabkan karena bayi memiliki tambahan salinan kromom ke-21. Kondisi cacat lahir yang satu ini mengakibatkan bayi mengalami keterlambatan pada perkembangan fisik, mental, serta intelektualnya.

Ya, biasanya bayi dengan gejala down syndrome atau sindrom down ini dapat mengalami keterlambatan dalam belajar merangkak, duduk sendiri, berdiri tanpa berpegangan, hingga terlambat bisa berjalan. Namun, semua bisa dilatih sehingga bayi maupun anak-anak yang mengalami gejala down syndrome ini tetap bisa beraktivitas normal nantinya.

Dan pada umumnya, anak yang mengalami down syndrome ini tampak terlihat mirip. Meskipun begitu, namun sebenarnya setiap bayi maupun anak-anak dengan down syndrome ini memiliki kondisi fisik dan mental yang tidak selalu sama.

Anak Down Syndrome bisa tumbuh dan berkembang layaknya anak normal asalkan dilatih - Doc. PX41-Media

Hal itu juga yang disampaikan oleh Dr. Oom bahwa "Anak-anak dengan down syndrome bisa hidup normal, belajar dan meraih prestasi juga. Maka diperlukan ketekunan orang tua dalam melakukan stimulasi dengan teratur supaya anak bisa tumbuh tidak terlalu jauh dari anak-anak normal lainnya."

Meskipun begitu, stigma di masyarakat terkait down syndrome lekat banget dengan stigam penyakit kejiwaan, tidak bisa ngapa-ngapain, sehingga membuat orang tua yang punya anak down syndrome kadang merasa ketakutan, padahal anak yang mengalami down syndrome juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain pada umumnya.

Tingginya stigma dan diskriminasi pada anak down syndrome ini membuat sebagian orang tua terpaksa menyembunyikan anaknya, menjauhkan anaknya dari orang-orang, bahkan tak jarang orang tuanya bercerai, dan ada juga orang tua yang mengusir anaknya karena memiliki cucu yang mengalami down syndrome, serta berbagai diskriminasi lainnya yang terjadi di masyarakat kita.

Untuk itu, Dr. Oom bersama para orang tua lain yang memiliki anak down syndrome mendirikan komunitas POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome) sebagai wadah bagi para orang tua untuk saling berbagi rasa, bercerita, bertukar pikiran dan saling mendukung satu sama lain dalam membesarkan anak-anak mereka.

Maka bagi para orang tua yang memiliki anak down syndrome disarankan untuk bergabung dengan komunitas seperti POTADS ini, supaya bisa mendapatkan berbagai informasi dan dukungan dari sesama anggota, serta supaya makin terbuka wawasannya tentang bagaimana menyikapi tumbuh kembang anak down syndrome, agar mereka pun bisa tumbuh menjadi pribadi yang sukses layaknya anak-anak lainnya.

Dan hingga saat ini POTADS sendiri sudah memiliki 10 cabang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, dan sudah bekerjasama dengan banyak rumah sakit untuk memberikan dukungan dan support bila ada orang tua yang melahirkan anak down syndrome. Salah satunya akan diberikan buku-buku yang berisi berbagai informasi tentang seputar dunia down syndrome, agar para orang tua bisa lebih kuat untuk merawat dan mendidik anak-anaknya.

Selain itu ada juga seminar dan edukasi, serta terapi, dan berbagai kegiatan lainnya yang diselenggrakan oleh komunitas ini, agar orang tua dan anak-anak down syndrome ini bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal dengan segala potensi yang mereka miliki.

Untuk itu, POTADS ini juga memiliki program Rumah Ceria yang menjadi ruang belajar dan berlatih bagi anak-anak down syndrome dengan beragam kegiatan, seperti bermusik (piano, gitar, drum, dll), memasak, olahraga, barista, dan lain sebagainya. Dimana program ini diharapkan anak-anak bisa menemukan dan memaksimalkan bakatnya melalui pelatihan yang ada.

Dan berkat latihan yang tekun, kini sudah banyak anak-anak down syndrome yang berhasil mewujudkan cita-citanya dan juga mampu meraih prestasi yang membanggakan melalui bakat yang mereka miliki. Makanya, anak down syndrome pun tidak kalah dengan anak lainnya, mereka pun bisa berkarya dan berprestasi.

Untuk itu, orang tua yang memiliki anak down syndrome tidak perlu lagi merasa malu dengan berbagai stigma dan diskriminasi yang ada, namun justru harus bangkit dan buktikan pada dunia, bahwa anak-anak istimewa yang mereka miliki juga terlahir dengan potensi yang luar biasa selama itu diasah dan dilatih dengan tekun.


Apakah Kusta itu sebuah Kutukan?

Kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium leprae, yang menyerang kulit dan jaringan saraf perifer serta mata dan selaput yang melapisi bagian dalam hidung. Dan penyakit kusta ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
  • Kusta Kering (Pausibasiler) memiliki 1-5 lesi (bercak), kusta jenis ini menyebabkan rasa baal (mati rasa) yang jelas dan menyerang satu cabang saraf.
  • Kusta Basah (Multibasiler) memiliki lebih dari 5 bercak, kusta multibasiler tak seperti pausibasiler, rasa baalnya tidak jelas, dan menyerang banyak cabang saraf.
Dan Mba Uswatun bercerita bahwa dirinya mengalami kusta pada saat usia sekitar 14 tahun dengan mengidap kusta basah. Saat itu dirinya cukup sedih, begitu juga dengan respon keluarga, terlebih setelah mendapatkan berbagai stigma dari masyarakat sekitar, seperti disebut kena kutukan dan berbagai mitos yang tidak jelas lainnya.

Kusta bukan kutukan, bisa disembuhkan juga loh - Doc. Doktersehat.com

Akibat dari stigma tersebut, diakui oleh Mba Uswatun bahwa dirinya sempat down, merasa semakin sedih, dan banyak terlintas berbagai pikiran negatif. Namun berkat dukungan keluarga dan keinginan sembuhnya yang tinggi, maka akhirnya bisa sembuh dari kusta yang dideritanya.

Nah, upaya yang dilakukan untuk bisa cepat sembuh dari kusta ini adalah dengan secepatnya memeriksakan diri ke dokter atau puskesmas, supaya cepat juga mendapatkan pengobatan dan terapi yang tepat. Dimana untuk kusta basah memerlukan waktu pengobatan sekitar 1 tahun, sedangkan bila mengidap kusta kering, maka pengobatannya berkisar selama 6 bulan saja.

Dan tentu saja, dalam menjalankan pengobatan ini, sangat penting bagi pasien untuk selalu rajin minum obat secara teratur sesuai resep dokter, makanan yang bergizi, istirah yang cukup, olahraga teratur dan juga menerapkan pola hidup yang bersih.

Makanya, bagi masyarakat harus berhenti melakukan diskriminasi dengan melabeli berbegai stigma negatif pada penderita kusta, karena kusta bukanlah penyakit kutukan, namun penyakit menular biasa yang bisa disembuhkan. Jadi, buat yang menderita kusta, harus semangat juga menjalani pengobatannya, agar bisa cepat sembuh.

*****

Senang banget saya berkesempatan bisa ikut acara ini, wawasan saya pun semakin bertambah, setelah mendengar pemarapan dari para narasumbernya, semoga melalui tulisan ini teman-teman pun bisa mengambil pelajarannya, agar kita bisa saling mendukung saudara-saudara kita penyandang disabilitas untuk terus semangat berkarya sesuai dengan kamampuannya.

Jangan lagi ada stigma negatif dan diskriminasi terhadap saudara-saudara kita yang penyandang disabilitas, karena mereka semua juga manusia yang sama dengan kita, ingin diperlakukan dengan sama, karena sejatinya mereka juga punya potensi dan juga mampu berkarya asalkan diberikan kesempatan. So, Bersama kita hentikan stigma untuk dunia yang setara!






No comments:

Post a Comment