Dear EN


EN,
Entah kenapa bagiku sangat sulit melupakanmu, walau aku tahu perasaanmu jelas tak lagi tertuju padaku. Tapi asaku masih saja melambung tinggi, berharap hatimu bisa berubah dan memberi celah bagiku untuk menghuni hatimu. Mungkin ini harapan yang sia-sia, dan sangat mustahil untuk kau kabulkan.

Aku tahu ini sangat tidak tahu malu, tapi menghapusmu bukanlah perkara mudah yang bisa aku hilangkan dalam sekejap saja. Aku pernah mencobanya dengan membuang semua apapun yang bisa mengingatkanku padamu, tapi itu tak bisa menghapusmu dalam ingatanku. 

Kau telah masuk begitu dalam, hingga alam bawah sadarku kerap mengantarkanmu  lewat mimpi-mimpi. Lalu aku bisa apa? Aku hanya mampu tersedu dengan air mata setiap mimpi tentangmu bertandang dalam lelapku.  

Dan kamu tahu? Bila mimpi tentangmu menjelma menjadi bunga tidur, aku tak ingin bangun, aku ingin tidur selamanya saja, agar aku bisa puas menatapmu lebih dekat, melihat senyum manismu yang merekah, merasakan belaian tanganmu, dan meraskan hangatnya pelukanmu saat duduk berduaan sambil menikmati senja yang hendak tenggelam. Semua itu indah dan tarasa sangat nyata. Sayangnya mimpi-mimpi itu kerap berulang sehingga membesarkan rindu yang inginku bunuh pelan-pelan.


EN,
Andai semua mimpi itu bisa menjadi kenyataan, andai kamu memberi aku kesempatan untuk menjadi bagian dari hidupmu, andai kamu bisa aku miliki, dan aku memang hanya bisa terus beranda-andai. Gila memang, aku tergila-gila padamu. 

Iya aku tahu ini bodoh, membiarkan hati dan pikiranku dirampas warasnya oleh seseorang. Iya, kebodohan ini karena aku yang telah mengizinkan kamu masuk begitu dalam, membiarkanmu tinggal dan menghuni relung terdalam hatiku. Alhasil kini aku sendiri yang merasa kepayahan mengsir kamu pergi, dan sampai detik ini aku belum mampu membuangmu, kau masih menetap indah di bilik hatiku.

Aku memang bodoh! Sangat bodoh, aku tahu itu. sudah banyak juga orang yang bilang begitu. Tapi tetap aku tak pintar-pintar untuk mengusirmu agar hilang dari rahim ingatanku. Bahkan aku masih saja mempuisikan tentangmu di lembar-lembar waktuku.


EN,
Mungkin kamu kira aku tak pernah membuka hatiku untuk orang lain? Kamu salah, sudah beberapa kali aku mengizinkan mereka masuk dalam hidupku, tetapi mereka tak ada yang benar-benar bisa menggantikanmu, kau tetap yang mendominasi ruang hatiku, kau tetap yang merajai istana hatiku. Apakah karena kau yang pertama mencumbui jiwa polosku saat itu?

Dan orang bijak pernah bilang “Tak usah menghapus paksa sesuatu yang sulit untuk dihilangkan, biarkan waktu saja yang menghapusnya” dan begitulah yang kini aku lakukan, membiarkanmu tetap hidup di hatiku, dan berharap waktu bisa mengubah keadaan ini, dimana aku nantinya benar-benar ikhlas melepaskanmu bahagia dengan siapapun pilihanmu.

Detik ini aku masih mengingatmu, memandang keluar jendela, melihat bintang-bintang, dan menitipkan rindu yang bergemuruh di dadaku agar menghantarkannya padamu, supaya kamu tahu bahwa aku masih menyayangimu, belum ada yang berubah, meski waktu telah bergulir bertahun-tahun.

Munafik jika aku bilang tak berharap lagi padamu, aku masih sangat berharap kamu menjadi hujan ditandusnya hatiku, menjadi pelita di kegelapan malam-malamku, dan penyempurna kebahagian yang masih ganjil untuk digenapkan olehmu.


EN,
Sudahlah kamu jangan protes, aku menulis ini hanya untuk melepaskan rindu dan rasa khawatir yang begitu menyesaki dadaku lantaran seminggu ini kau rutin bertandang di mimpiku. Apakah kamu baik-baik saja? Firasatku berkata, ada sesuatu yang tidak beres dengan mu, tapi semoga tebakanku salah. Aku masih dan akan terus mendoakanmu, semoga kau sehat dan bahagia dengan apapun yang kamu lakukan saat ini.

Aku masih menyayangimu!

Dan maafkan atas kelancanganku yang masih berani mengasuh perasaan cinta ini meski tak kau inginkan. Aku tak akan memaksamu untuk bertanggung jawab dengan rindu yang terus mekar di taman hatiku. Biarlah ini menjadi urusanku, biarlah sakitnya menjadi tanggunganku.


EN,
Akankah malam ini kau kembali akan menemuiku di taman mimpi kita? Datanglah, aku akan menyambutmu dengan sukacita, meski hanya bisa melihatmu hanya sebatas mimpi. 




***
Cerita ini diangkat dari kisah nyata seorang sahabat.

No comments:

Post a Comment