Showing posts with label cerber. Show all posts
Showing posts with label cerber. Show all posts


Pagi itu aku sungguh bahagia, sangat bahagia. Aku benar-benar tidak menyangka, bila dia yang selama ini aku rindukan ada di depan mataku. 

Berkali-kali aku menepuk pipiku "apakah ini mimpi Tuhan?" gumamku pelan sembari melangkah ragu menuju tempat tidurnya.


Malam kian merangkak pelan. Namun semakin menanjak, mata tak kunjung ingin terpejam. Udara kamar sedikit pengap terasa, mengingat kipas angin yang ada rusak sejak kemarin. Lampu kamar sengaja dimatikan, berharap gelap bisa memandu lelap. Namun pikiran pun tak mau kalah dengan mata. Menerawang ntah kemana. Alunan musik pengantar tidurpun terdengar hanya seperti ketukan-ketukan sederhana bagiku. Bahkan detik jam dinding jauh lebih jelas untuk di dengar.
Baru saja hendak kurebahkan diri dan mencoba memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh lumayan keras.

"Astaga..., apa itu, apa mungkin kucing atau jangan-jangan maling lagi" tanyaku penasaran.

Kunyalakan lampu meja disamping tempat tidurku, kuambil kacamata lalu berjalan pelan menuju pintu kamar. Tapi tunggu, jam berapa ini? Ku lirik jam dinding, jarum jam menunjukan pukul satu dini hari kurang lima belas menit.

Perlahan kubuka pintu kamar, kulihat ke arah balkon, pintu tampak tertutup. Lalu ku melongokan wajah ke bawah ruang tamu, juga tidak ada siapa-siapa. Lalu ku beranikan diri berjalan ke belakang, menuju kearah tangga disamping kamar Uda Rendy, tapi tak ada siapa-siapa juga.


Menapaki malam pertamaku disini, ada rasa asing yang merayapiku, mungkin karena aku belum mengenal dekat satu pun dari para penghuni kosan ini kecuali Mang Ujang dan Oma pemilik kos-kosan ini. 

Ternyata di lantai dua, semua kamar penuh kata Mang Ujang, selain ada aku, ternyata didepan kamarku ada Mas Pindo, kemudian ada Teh Yanti dan Kang Dony di kamar tengah, sedang di kamar belakang ada Uda Rendy dan Riana. Sepertinya malam ini mereka semua belum pulang. Hanya ada Teh Yanti sepertinya, soalnya lampu kamarnya tampak menyala.

Malam ini aku memilih merebahkan diri sambil menikmati acara TV. Tapi lama-lama aku dirasuki rasa bosan lantaran tak ada satupun tayangan yang seru malam ini meski sudah ku mencoba ganti berbagai channel.
Agustus bersandar diujung minggu ini, aku menapaki kaki disebuah kos-kosan baruku, ya akhirnya aku memutuskan pindah dari kosan lama dan bermukim dikos-kosan dekat kantor, supaya lebih efisien waktu dan juga biaya pastinya.

Aku menempati kamar di lantai dua yang berada diujung depan, bersisian dengan balkon, aku memilih kamar ini karena aku suka dengan pancaran matahari pagi yang akan langsung menyapaku jika membuka jendela.

Aku melangkah masuk di kamar baruku, aroma cat diruangan ini tercium sangat khas, yang menandakan kamar ini baru saja dicat, namun yang jelas catnya sudah kering ketika ku meraba dinding bercat putih itu.


"Bodoh, kenapa aku bisa sekasar itu tadi" Umpat Rama kesal pada dirinya sendiri. Dia menyadari tak sepatutnya Suster Risma dibentak seperti itu tadi.

Rama mencoba bangun dari tempat tidurnya, lalu melangkah tergesa-gesa dengan bantuan tongkat dikedua tangannya, namun lorong rumah tampak lengang, hanya seorang cleaning service yang sedang menyapu halaman yang tampak disana, Suster Risma sudah tidak terlihat sama sekali.
"Gaun ini cantik bangat di badan kamu" puji Rama melihat Luna mengenakan gaun putih bertabur kristal itu, gaun pengantin yang begitu indah dan terlihat mewah.

Luna memutar-mutar badannya di depan cermin yang ada di hadapannya. Senyumnya mengembang tanpa hanti seperti bunga yang sedang mekar di taman.

Namun tiba-tiba seorang lelaki asing bersetelan jas rapi muncul dari pintu samping butik itu, melangkah begitu yakin mendekati Luna.

Melewati malam yang terasa gerah, gerah oleh keadaan yang kini membakar hatinya, itulah yang membuat mata Rama masih terjaga, lelap belum juga mampu meminangnya, meski jarum jam telah menunjukkan angka dua lewat tujuh belas dini hari.

"Aku mau kita putus" Kata itu menggema berkali-kali direlung Rama. Seperti tamparan keras yang mendarat diwajahnya. Sakit!

Kata yang tak pernah dia sangka akan terucap dari Luna, wanita yang paling dia cintai hampir lima tahun ini.
"Kumohon, Sedikit saja kau mengerti aku" Ucap Luna setengah terisak dan meninggalkan Rama yang tergugu diam.

Sunyi memainkan alunan sepi yang teramat senyap. Tak ada riuh kecuali deru daun jatuh yang merangkas dari tangkainya.

Angin mengibaskan gelisah yang teramat gersang. Lorong rumah sakit terlihat lengang, Rama melangkah gontai menuju kamar rawat inapnya dengan memapah tongkat dikedua tanganya.

"Inikah cinta? Ketika aku terjatuh, semua sibuk mencari alasan untuk meninggalkan aku" remuk hati Rama menyadari kini dia benar-benar sendiri.

Dihempaskan tubuhnya diatas pembaringan, matanya menerawang jauh, menelusuri setiap kenangan yang pernah lewat, dan disana dia menyadari ada keputusannya yang salah, benar-benar keliru.

#CerMinBer (Cerita Mini Bersambung)