
Saya lupa persisnya sudah berapa kali saya duduk termenung di depan layar laptop sambil menunggu aplikasi terbuka. Rasanya seperti menunggu gebetan yang tak kunjung balas chat. Jantung dag-dig-dug, kepala makin pening lantaran deadline terus berdetak seperti bom waktu. Sebagai seorang pekerja kreatif yang hidup dari ide dan waktu, laptop lambat itu bukan cuma gangguan. Ia seperti mimpi buruk yang merusak lelapnya tidur.
Mungkin ini terdengar klise, tapi saya yakin banyak juga orang lain yang pernah ada di posisi saya ini. Di satu sisi, kita dituntut untuk cepat, serba bisa, dan multitasking. Di sisi lain, perangkat kerja kita malah jadi beban, memicu emosi meningkat lebih cepat tanpa mampu diredam.